Kamis, 14 Maret 2013

PRODUK PERBANKAN SYARIAH DAN PENERAPANNYA PADA SEKTOR PERTANIAN

Pembangunan pertanian merupakan salah satu sektor utama dalam pembangunan nasional, hal ini berkaitan dengan peran sektor pertanian dalam penyediaan lapangan pekerjaan, penyumbang PDB, sebagai penghasil pangan, pakan dan energy serta sektor pertanian yang lebih fleksibel terhadap gejolak krisis ekonomi seperti yang terjadi pada krisis ekonomi tahun 1997/1998 yang mana sektor yang tetap bertahan adalah pertanian. Angkatan kerja yang bekerja disektor pertanian mencapai 40,3 persen dari seluruh angkatan kerja (BPS, 2010). Penggunaan lahan oleh sektor pertanian mencapai 71,33 persen dan juga sebagai penyumbang PDB sebesar 15,60 persen dari total PDB.
Pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan perkapita dan kesadaran masyarakat terhadap makanan yang bergizi tinggi, serta kebutuhan energy fosil yang semakin menipis menyebabkan sektor pertanian menjadi sangat penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan nasional, maka orientasi pembangunan pertanian diarahkan kepada model sistem agibisnis yang serasi dan terpadu dengan keterkaitan yang erat antara berbagai subsistemnya. Subsistem dalam agribisnis tersebut adalah subsistem sarana produksi pertanian (agro input), subsistem usaha tani (on farm), subsistem pengolahan dan pemasaran (off farm) serta subsistem penunjang (penelitian, penyuluhan dan pembiayaan).
Peran sektor pertanian sangat besar dalam pembangunan perekonomian jika dilihat dengan kaca mata agribisnis. Kegiatan budaya pertanian akan berdampak terhadap bergeraknya kegiatan input produksi dalam penyediaan benih/bibit, pupuk, fungsida, pakan, vaksin dan obat-obatan. Akan menyebabkan bergeraknya sektor hilir yaitu, pemasa
Perbankan syariah di Indonesia sudah dimulai semenjak zaman orde baru yaitu dengan diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Namun dalam perjalanannya banyak mengalami kendala salah karena berbagaimasalah salah satunya adalah unit-unit perbankan syariah masih terbatas dan pemahaman masyarakat masih rendah dengan sistem syariah. Pasca reformasi perbankan syariah mulai diminati oleh masyarakat seiring dengan tumbuhnya kesadaran umat muslim untuk kembali pada syariat Islam salah satunya adalah perbankan. Perbankan konvensional sudah mulai membuat skim-skim syariah, karena menyadari sebagian besar penduduk Indonesia adalah muslim.
Dengan berkembangnya perbankan syariah atau lembaga pembiayaan syariah diharapkan dapat menunjang peningkatkan perekonomian masyarakat terutama kalangan menengah kebawah. Hal ini didasari dari pendirian perbankan syariah yang bertumpu pada perekonomian di sector riil serta tujuannya sebagai perbankan investasi yang berkeadilan. Berbeda dengan perbankan konvensional yang berbasiskan bungan (interest) sehingga bank adalah selalu menjadi pihak yang tak pernah rugi walaupun nasabah merugi dalam dunia usaha. Kondisi demikian sangat bertolak belakang dengan usaha disektor rill yang beresiko tinggi sehingga perlu kehati-hatian dan manajemen yang baik.
Salah satu kegiatan ekonomi sector rill yang diharapkan dapat  menggunakan pembiayaan syariah adalah sector pertanian. Beberapa hal yang melatarbelakangi adalah sektor pertanian masih memainkan peran sangat strategis dalam perekonomian nasional. Sektor ini tetap menjadi andalan sebagai sumber pendapatan dan mata pencaharian 40 % dari  penduduk Indonesia, penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), sumber devisa negara, serta pemasok bahan baku sekaligus pasar bagi sektor industri. Bahkan, ada peran sektor pertanian yang tidak mungkin digantikan sektor lain yaitu sebagai sumber bahan pangan. Namun demikian, sektor pertanian masih saja menghadapi permasalahan yang cukup pelik, terutama permodalan.
Pembangunan sektor pertanian masih trlihat pincang, karena tidak adanya hubungan yang terintegrasi antara kegiatan di sektor on farm dengan off farm serta sektor penunjanglainnya, bahkan masing sektor berjalan sendiri-sendiri. Ketiadaan hubungan tersebut berimplikasi pada petani hanya bergerak pada kegiatan on farm saja sedangkan kegiatan pemasaran dilakukan oleh para pedagang perantara yang akhirnya menyebabkan panjangnya rantai pemasaran produk pertanian. Disisi lain kepincangan pembangunan pertanian adalah tidak adanya lembaga pembiayaan khusus untuk pertanian sehingga berimplikasi pada sulitnya para petani untuk mendapatkan modal untuk pengembangan usaha. Selama ini pembiayaan pertanian diserahkan saja pada bank umum dengan program kredit yang disubsidi pemerintah.  Namun petani sangat sulit untuk mengaksesnya karena pihak bank sangat memberikan persyaratan yang ketat, kehati-hatian bank sangat tinggi terhadap pembiayaan pertanian karena pada dasarnya bisnis pada sektor pertanian sangat beresiko tinggi, hal ini lah yang menjadi alsan bagi pihak perbankan berhati-hati dalam memberikan kredit dan memang pada dasarnya kehati-hatian (prudent) adalah ciri dari lembaga perbankan.
Nilai kredit perbankan untuk sector pertanian pada tahun 2009 mencapai angka Rp 77,412 trilyun, atau sekitar 5,69 persen dari total keseluruhan kredit perbankan. Angka ini menglami peningkatan hingga Rp 117,52 trilyun per Februari 2012 (biek, 2011)[1]. Hal ini menujukan bahwa skala pembiayaan pertanian masih sangat kecil bahkan angka tersebut jauh di bawah pembiayaan untuk sektor lain seperti perindustrian dan perdagangan, restoran dan hotel, serta pengangkutan, karena pihak perbankan belum tertarik untuk meningkatkan proporsi pembiayaan sektor ini. Berbagai jenis kredit program yang diluncurkan pemerintah untuk sektor pertanian, seperti kredit Bimas, Inmas, kredit usaha tani (KUT), serta kredit ketahanan pangan (KKP) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Namun, kredit program masih belum cukup optimal dalam memberdayakan petani yang ditunjukkan oleh masih lemahnya kemampuan petani dalam permodalan. Selain dari kredit program dan bank komersial, pembiayaan pertanian di pedesaan juga banyak ditopang lembaga kredit nonformal, seperti para pembunga uang (money lenders) yang berprofesi sebagai pedagang output, pedagang input, pemilik penggilingan padi ataupun para petani kaya.
Salah satu ciri paling menonjol dari kredit pertanian baik formal maupun nonformal adalah skim kredit tersebut selalu berbasis bunga (interest), padahal sektor pertanian yang sarat dengan risiko memiliki peluang kegagalan yang tinggi, baik dalam produksi maupun jatuhnya harga. Jika petani gagal dalam usaha taninya, di samping tidak akan mampu mengembalikan pinjaman, mereka juga dapat terjerat hutang yang makin lama makin membengkak. Model kredit ini juga membebankan segala risiko usaha hanya kepada peminjam (petani), sementara pemilik dana selalumendapat untung sebesar tingkat bunga yang telah ditetapkan. Untuk menjamin rasa keadilan, perlu dicari pembiayaan alternative yang sesuai dengan sifat sektor pertanian. Salah satu lembaga pembiayaan yang mulai berkembang adalah pembiayaan syariah.
Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah, yaitu (1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3) perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka yang pada dasarnya sangat sesuai dengan karakteristik kegiatan sector pertanian dan juga terkait dengan sebagian besar petani adalah Muslim. Berbeda dengan kredit konvensional yang memperhitungkan suku bunga di depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rug
Secara umum produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu produk penyaluran dana, pengimpunan dana, produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan kepada nasabahnya[2]. Pada produk penghimpunan dana skim yang digunakan adalah berupa wadi’ah dan mudharobah. Untuk menyalurkan dana pembiayaan syariah/ perbankan syariah menggunakan skim prinsip jual beli (ba’i), prinsip sewa (ijaroh) dan prinsip bagi hasil (syirkah). Sedangkan pada produk jasa menggunakan skim jual beli valuta asing (sharf) dan sewa (ijaroh).
Hampir seluruh perbankan konvensional memperlakukan sistem bunga (interest) dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan menyalurkan dana kepada nasabahnya. Sistem bunga pada dasarnya sangat berbahaya bagi pembiayaan pada sector rill termasuk bidang pertanian karena beresiko tinggi (high resico). Berkaitan dengan hal tersebut pembiayaan syariah sangat berpotensi dalam pembiayaan pada sector pertanian karena produk-produk perbankan syariah bebas dari bunga. Secara umum produk pembiayaan syariah terbagi atas produk berbasis bagi hasil, produk berbasis jual beli dan produk berbsis zakat.
1.         Produk Berbasis Bagi Hasil
Produk pembiayaan syariah berbasis bagi hasil terdiri dari dua akad utama yaitu mudharabah dan musyarokah, pengertian dari masing-masing skim tersebut sebagai berikut :
1.1.      Mudharabah
Mudharabah (trust financing/ trust investment) merupakan akad kerjasama dua pihak, dimana pihak pertama (pemilik modal/ shahibul mal) sebagai penyedia modal (100 %), sedangkan pihak lain sebagai pengelola modal (mudharib) memiliki skill dalam usaha yang akan dijalankan. Pembagian keuntungan atau nisbah pada sistem ini tergantung pada akadnya dari awal apakah dilakukan berdasarkan untung dan rugi (profit and loos sharing) atau berdasarkan metode bagi pendapatan (revenue sharing). Sebagai pemilik modal Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha tetapi hanya memiliki hak untuk dalam pengawasan dan pembinaan nasabah. Sebagai seorang penerima pembiayaan (mudharib)  behati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian dari kelalaian.
Landasan hukum dari sistem mudharabah adalah firman Allah dalam surat Al- Muzammil ayat 20 yaitu: “Dan orang-orang di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT”  dan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu majah :” tiga perkara didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah (nama lain mdharobah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk di jual.
Dalam literature fiqih, musyrokah dan mudharobah berbentuk perjanjian kepercyaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam. Ketentuan umum sistem mudharobah sebagai berikut :
1)         Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinayatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
2)         Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharobah dapat diperhitungkan dengan dua cara : perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).
3)         Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Selaku pemilik modal, bank menanggung seluruh kerugian, kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
4)         Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak bberhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja, misalnya tidak membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, maka dapat dikenakan sanksi administrasi.

1.2.      Musyarokah
Musyarokah (partnership/project finacing participation) merupakan kerjasama dua pihak atau lebih untuk menjalankan kegiatan usaha atau bisnis dimana secara bersama-sama memadukan seruruh sumber daya bauk yang berwujud (tangible) mapun yang tidak berwujud (intangible) dengan resiko ditanggung bersama-sama sesuai kesepakatan.
Secara spesifik bentuk dari kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewirausahaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai degan uang.  Dengan merangkum seluruh kontribusi masing-masing.
Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan sistem musyarokah antara lain perdagangan, perindustrian, usaha atas dasar kontrak dan lain-lain. Beberapa usaha kongsian yang mirip dengan musyarokah seperti CV, PT, dan Koperasi. Untuk usaha agribisnis skala besar bisa dengan sistem ini, dan pada usaha pertanian skala kecil dapat dengan skim muzaro’ah. Sistem muzaroah adalah penyereahan pengelolaan lahan pertanian kepada seseorang yang mau untuk menggarap dengan perjajian bagi hasil. Biasanya penyediaan benih dari pemilik lahan sedangkan pengelola mengeluarkan biaya penggarapan, perawatan dan pemanenan. Sistem ini pada dasarnya sudah sangat lazim dalam kehidupan sehari-hari hampir diseluruh wilayah pedesaan Indonesia yang dikenal dengan sistem skap-menyakap atau paroan[3].
Pada praktek perbangkan, penyediaan dana oleh bank untuk memenuhi sebagian modal suatu usaha tertentu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dengan nasabah sebagai pihak yang harus melakukan pengelolaan atas investasi sesuai ketentuan akad. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan atau barang untuk membiayai suatu usaha tertentu. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati (Kementan, 2011)[4].
2.         Produk Berbasis Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Pada sisitem ini tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi harta atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti :
2.1.            Pembiayaan Murabahah
Murabahah berasal dari kata “rib” (keutungan) adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya atau mengambil keuntungan dengan cara menjual lebih tinggi dari harga beli. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok tambah keuntungan. Kedua bela pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secarah tangguh (deffered paymen) dan harga yang ditentukan dengan dasar fixed mark-up profit.
Landasan syariah sistem murabahah adalah firman Allah dalam surat Al Baqoroh : 125 “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Pada sector pertanian sistem ini bisa diterapkan pada kegiatan budidaya yaitu untuk pembelian sarana produksi (benih, pupuk, obatobatan, dan alat-alat pertanian lainnya). Pada sistem murabahah, lembaga keuangan syariah menjual produ-produk ataubarang-barang kepada nasabah untuk keperluan usaha denga pembayarn diangsur atau sekaligus sesuai kesepakatan dan lembaga keuangan syariah mendapat keuntungan dari margin harga jual barang.

2.2.            Pembiayaan Salam (future trading).
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan bekum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tanguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli sedangakan nasabah sebagai penjual produk. Sekilas transaksi ini mirip dengan jual beli ijon pada produk pertanian.
Dlam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Harga yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyetujui harga jual dan jangka waktu serta pembayaran. Adapun ketentuan umum salam sebagai berikut ;
1)         Pembelian hasil produk pertanian harus diketahui spesifikasinya secara jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas “A” dengan harga Rp 5000/kg akan diserahkan pada panen bulan mendatang.
2)         Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain : mengembalikan dana yang diterimanya atau mengganti sesuai dengan pesanan.
3)         Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti Bulog, pedagang pasar induk, eksportir atau industri pengolah, mekanisme seperti ini disebut dengan parallel salam.
Model pembiayaan salam pada sector pertanian (Kementan, 2008)[5], sebagai berikut :










Keterangan :
1.      Pembiayaan kepada pelaku usaha pertanian dilakukan melalui SPV (Special Purpose Vechile) yang dibentuk oleh lembaga keungan syariah (LKMS).
2.      Pelaku usaha pertanian berkewajiban mengirimkan produk pertnanian kepada bank (SPV) dimasa yang akan datang.
3.      Pemerintah memberikan penajaminan jika seandainya panen mengalami kegagalan
4.      SPV menyalurkan/ menjual hasil panen langsung ke pasar/ eksportir/ bulog/ perusahaan/ industri.
Landasan syariah sistem salam adalah berdasarkan hadist riwayat Bukhari dari Ibn Abbas, Nabi bersabda :
“Barang siapa melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas, untuk jangka waktu yang diketahui” (HR. Bukhari).
2.2.1.   Pembiayaan Istishna
Produk isthisna menyerupai produk salam, namun dalam istihna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim ini dalam bank syariah ummnya diaplikasikan pada pembiayaan manufacture dan kontruksi. Ketentuan umum dari istishna adalah : 1) Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlah, 2) Harga jual yang disepakati dicantumakan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berkakunya akad, 3) Jika terjadi perubahan dari kreteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruhnya biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
3.      Produk berbasis Sewa (Ijaroh)
Transaksi ijaroh dilandasi adanya perpindahan manfaat, jadi pada dasarnya prinsip ijaroh sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terdapat pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek trnasaksinya adalah barang, maka pada ijaroh objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijaroh muntahiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
Penerapan Pembiyaan Syarian pada Sektor Pertanian
Dari uraian beberapa produk perbankan syariah dalam pembiayaan atau penyaluran dana, maka pada sector pertanian dapat diterapkan pada kegiatan agribisnis. Adapun bentuk pembiayaan dan unit pembiayaannya dapat dijelaskan pada tabel berikut.
Proses/Sub sistem
Jenis kegiatan usaha
Akad Pembiayaan
Hulu
-       Penyediaan lahan
-       Penyediaan bibit/ benih
-       Penyediaan pestisida/fungisida
-       Penyediaan alsin
-       Dan saprodi lainnya
-       Ijaroh (prinsip sewa)
-       Istihna
-       Murabahah
Budidaya
-       Alat dan mesin pertanian (semprot, pemeliharaan, dll)
-       Pembelian pupuk dan obat-obatan
-       Murabahah
-       Istishna
Hilir
-       Penyediaan alsin pasca panen, pengolahan dan transportasi
-       Pemasaran hasil pertanian
-       Murabaahah
-       Ijaroh
-       Istishna
-       Salam
Seluruh Proses Produksi (Hulu-hilir)
-       Permodalan perkongsian (pelaku usaha dan lemabga pembiayaan)
-       Permodalan sepenuhunya lembaga pembiayaan
-       Musyarokah


-       Mudhorobah



[1] Dalam makalah Dr. Irfan Syauki Biek Akselerasi Lima Jalur Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian di Indonesia (2012).
[2] Buku Lembaga Keungan Syariah karangan Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid (2008).
[3] Jurnal Forum Ekonomi Pertanian “Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian” oleh Ashari dan Saptana.
[4] Pola Pembiayaan Syariah untuk sector pertanian (2011)
[5] Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian (kmenterian Pertanian, 2008)


Minggu, 11 November 2012

Menanam



Menanam

Dalam khasanah cerita sufi, dituturkan suatu hari seorang pemuda terpelajar mengamati seorang Syekh tua sedang menanam pohon kurma dengan keringat bercucuran. Ia menghampirinya dan bertanya “ Pak tua untuk apa melakukan pekerjaan sia-sia menanam kurma. Baru akan berbuah 10 tahun lagi. Apakah masih dapat menikmati buahya yang pertama?” Syekh itu menjawab singkat ”Aapakah yang kamu makan adalah hasil yang kau tanam sendiri?”. Pemuda itu terperanjat dan tanpa sepatah kata pun ngeloyor pergi. 

"Tanamlah biji tanaman yang ada digenggaman mu walaupun esok hari mau kiamat"

 "Siapa yang menanam sekarang, kelak ia akan memanen buahnya"

Rabu, 17 Oktober 2012

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMASARAN PRODUK PERTANIAN


I.       PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Paradigma pembangunan pertanian selama ini masih dipandang sebagai faktor pendukung pembangunan nasional, pemasok bahan baku industri, pengendali stabilitas harga dan pemasok tenaga kerja murah yang seharusnya dipandang sebagai mesin penggerak perekonomian nasional. Hal ini terbukti dengan peran sektor pertanian yang cukup signifikan dalam perekonomian nasional, antara lain berupa kontribusi dalam pembentukan PDB, penyediaan pangan, pakan, sumber devisa, penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, perbaikan pendapatan masyarakat, sumber utama bahan baku industri, dan sumber bio-energi. Sektor pertanian lebih fleksibel terhadap dampak krisis ekonomi nasional maupun global.
            Pembangunan pertanian menjadi sangat penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat terutama diwilayah pedesaan, maka orientasi pembangunan pertanian diarahkan kepada model sistem agibisnis yang serasi dan terpadu dengan keterkaitan yang erat antara berbagai subsistemnya. Subsistem dalam agribisnis tersebut adalah subsistem sarana produksi pertanian (dwon strem), subsistem usaha tani (farming), subsistem pengolahan dan pemasaran (up strem) serta subsistem penunjang (kebijakan pemerintah, penelitian, penyuluhan dan perkereditan/pembiayaan).
Pada subsistem pemasaran produk pertanian berupa sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan terus mengalami perkembangan pesat baik di pasar domestik maupun pasar internasional, serta memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.  Di samping itu permintaan akan komoditi tersebut di dalam negeri terutama di kota-kota besar juga terus mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan kesadaran akan kesehatan masyarakat. Disisi lain subsistem pengolahan dan pemasaran hasil masih mengalami banyak permasalahan dan kendala seperti mutu dan kualitas produk yang masih rendah, harga yang berfluktuatif sehingga menyulitkan dalam manajemen perencanaan, infrastruktur pemasaran yang masih kurang memadai, inefisiensi produk, integrasi pasar yang rendah, jaringan dan informasi pasar masih lemah serta sumber daya manusia pertanian yang belum dimaksimalkan.
Dilain pihak pemasaran pertanian dalam negeri mengalami tantangan dengan tebukanya pasar internasional atau globalisasi perdagangan. Kondisi yang demikian akan menyebabkan arus perdagangan produk pertanian semakin bebas. Negara yang memiliki kebijakan pertanian yang kuat akan semakin mendominasi perdagangan dunia, sebaliknya negara yang kalah bersaing akan dibanjiri dengan produk impor yang pada akhirnya produk dalam negeri tidak memiliki daya saing. Implikasi lain dari globalisasi perdagangan adalah keterkaitan antara pasar domestik dan pasar intenasional akan semakin kuat. Sehingga intervensi pemerintah dalam rangka stabilisasi harga domestik semakin sulit.
Berangkat dari hal tersebut pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk melindungi petani dalam negeri dari berbagai bentuk ancaman terhadap keberlanjutan produksi dan kesejahterann petani. Karena begitu berperannya sektor pertanian bagi suatu bangsa maka tidak terlepas dari kepentingan semua pihak sehingga program pemerintah terhadap pertanian sering mengalami konflik, namun pada dasarnya program pemerintah adalah untuk melindungi dan meningkatkan pendapatan petani. Beberapa kebijakan pemerintah dalam pemasaran akan dibahas pada makalah ini. Semoga makalah ini sedikit dapat memeberikan informasi tentang program yang dijalankan pemerintah selama ini.                                                                                                                                                                                                                               

1.2.      Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.         Dapat mengetahui peran penting pemasaran dalam sistem agribisnis
2.         Melihat peran pemerintah dalam pemasaran agribisnis
3.         Dapat mengetahui program-program pemerintah dalam pemasaran agribisnis
4.         Melihat perkembangan program pemasaran oleh pemerintah

1.3.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari penulisa ini adalah : peran penting pemasaran agribisnis, karakteristik produk agribisnis, sistem pemasaran produk agribisnis, dan program pemerintah dalam pemasaran agribisnis.


II.    PEMBAHASAN

2.1.      Masalah Jangka Panjang  dan Jangka Pendek Sektor Pertanian
Sektor pertanian sebagai penghasil pangan menjadi sangat penting erannya dalam produksi pangan peningkatan pendatanan serta sebagai tempat tenaga kerja. Namun seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan penduduk sector pertanian sebagai penyedia lapangan pekerjaan sudah mulai ditinggalkan. Dinegara-negara maju hanya sebagian kecil penduduk yang melakukan kegiatan pertanian, berbeda dengan negara berkemabang yang sebagian besar penduduknya bekerja pada sector pertanian (Sukirno, 2010). Secara kaca mata pandang agribisnis maka seluruh kegiatan mulai dari hulu sampai ke hilir harus dikatakan kegiatan disektor pertanian dan dilihat sebagai sumbangan ekonomi dari sector pertanian. Negara-negara maju kegiatan disektor budidaya pertanian sangat kecil nakun dari segi produktivitasnyaa sangat tinggi, sehingga tenaga kerja yang terlibat disektor budaya kecil tapi tenaga kerja disektor hilir (industri pengolahan dan jasa) sanagt besar.
Tabel : Kontribusi Agribisnis terhadap GDP (%)  di beberapa negara.
Negara
Pangsa terhadap GDP

Industri & jasa pertanian thd Agribisnis
Pertanian

Industri dan Jasa Pertanian
Agribisnis

Philipina
India
Thailand
Indonesia
Malaysia
Korea Selatan
Chili
Argentina
Brazil
Mexico
USA
21
27
11
20
13
8
9
11
8
9
1
50
41
43
33
36
36
34
29
30
27
13
71
68
54
53
49
44
43
39
38
37
13
70
60
79
63
73
82
79
73
79
75
91
Sumber : Pryor & Holt, 1998 dikutip oleh (Kirbrandoko, 2012)
Tabel diatas menggambarkan sumbangan kegaitan agribisnis terhadap GDP ternyata  USA sumabangan agribisnis terhadap GDP nya 91 % walaupun sumbangan pertanian nahya 1 %, jauh lebih besar dibandingkan Indonesia hanya 63% GDP dari sector agribisnis. Berarti di negara-negara maju sumbangan agribisnis besar terhadap GDP karena industri jasa pertanian.
Penurunan sector pertanian dalam perekonomian disebabkan oleh permintaan terhadap hasil pertanian yang lambat perkembangannya dan kemajuan teknologi di sector pertanian. Tingakat permintaan barang industri jauh lebih cepat dibanding permintaan terhadap pertanian sehingga kenaikan harga barang industri juga jauh lebih cepat dibanding dengan kenaikan harga barang pertanian. Di negara maju kemajuan teknologi berimplikasi terhadap sektor pertanian yaitu mendorong perpindahan tenaga kerja dari sector pertanian ke sector industri dan teknologi telah menimbulkan masalah kelebihan produksi pertanian. Keadaan demikian menyebabkan harga barang pertanian cenderung untuk tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.
Dalam jangka pendek harga hasil pertanian cenderung berfluktuatif, ketidakstabilan harga tersebut bisa disebabkan oleh permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak elastis. Beberapa faktor yang menyebabkan penawaran terhadap barang pertanian bersifat tidak elastis adalah : 1) produk pertanian ada umumnya bersifat musiman, 2) kapasitas memproduksi sector pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan, 3) beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh.
Berdasarkan hal tersebut untuk menjaga kestabilan harga dan pendapatan petani, campur tangan pemerintah dalam penetuan produksi dan harga menjadi perlu, adapun cara yang dapat dilakukan adlaah : 1) Membatasi atau menetukan quota tingkat produksi yang dapat dilakukan oleh produsen (pengaturan pola tanam), 2) Melakukan pembelian-pembelian produk yang akan distabilkan harganya di pasar bebas, 3) memeberikan subsidi kepada petani apabila harga pasar lebih rendah dari pada harga yang dinggap sesuai oleh pemerintah.

2.2.      Karakteristik Produk Pertanian/ Agribisnis
Produk pertanian memiliki karekteristik yang berbeda-beda sesuai dengan jenis komoditinya. Pada dasarnya produk pertanian tanaman pangan dan produk perkebunan mempunyai karekteristik yang sama terutama bisa dikeringkan dan disimpan dalam waktu yang lama, sedangkan produk hortikultura dan peternakan merupakan produk yang butuh penanganan secara cepat dan hati-hati. Perbedaan karekteristik produk pertanian tersebut, akan berpengaruh terhadap sistem dan manajemen pemasarannya.
Tanaman pangan merupakan produk pertanian yang pada umumya dapat disimpan dalam bentuk kering dengan jangka waktu tertentu serta kadar air tertentu pula. Beberapa bentuk produk pertanian tanaman pangan adalah berupa biji-bijian/palawija (padi, jagung, gandum, sorgum, dll), Umbi-umbian (singkong, ubi jalar, garut, talas, dll), dan Kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dll). Untuk produk biji-bijian/ palawija bisa disimpan atau digudangkan sehingga manakala harga anjlok bisa dilakukan tunda jual. Sedangkan untuk produk umbi-umbian, akan bisa tahan dalam waktu lama apabila sudah diolah menjadi tepung dan dengan kadar air tertentu.
Komoditas hortikultura pada umumnya bersifat cepat rusak (perishable), berat (bulky) dan membutuhkan tempat yang luas (volumnis). Waktu yang diperlukan untuk panen, prosesing, transportasi dan penyimpanan harus menjamin kesegaran, tidak rusak dan tingkat kesehatannya (hygiene) tetap terjamin. dan harus tersedia dalam keadaan segar (freshness) sehingga penanganannya harus sesegera mungkin sesuai dengan prinsip GHP (Good Handling Practices). Jenis-jenis porduk hortikultura terdiri dari produk sayuran (daun, umbi dan buah), produk buah-buahan dan tanaman hias. Berdasarkan hal tersebut maka manajemen pemasaran produk hortikultura harus disesuaikan dengan karekteristik produk tersebut.
Hasil tanaman perkebunan sangat beragam sifatnya, tergantung produk berasal dari bagian apa dari tanaman yang diusahakan, dan hasil akhir yang diharapkan dari pengolahan hasil perkebunan tersebut. Berdasarkan sifatnya, biasanya pengolahan dibedakan menjadi pengolahan primer dan sekunder. Pengolahan primer menghasilkan produk antara, dan dapat dianggap sebagai penanganan pascapanen, sedangkan pengolahan sekunder merupakan lanjutan dari pengolahan primer dan menghasilkan produk yang siap dikonsumsi.
Pada teh, bagian yang diambil adalah pucuk daun dari tanaman teh, sehingga harus segera diolah di pabrik setelah dipanen (pemetikan). Dengan demikian tidak ada penanganan pascapanen yang diperlukan dalam produksi teh kecuali pengangkutan dari lahan ke pabrik. Tetapi pada tembakau, meski sama-sama berasal dari daun tanaman, penanganan seperti perajangan dan pemeraman dapat dianggap sebagai penanganan primer karena prosesnya cukup sederhana sehingga dapat dilakukan oleh petani dengan peralatan sederhana.
Demikian pula dengan tebu, yang harus segera digiling dan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik penggilingan tebu, juga getah karet yang harus segera diolah menjadi salah satu produk antara karet seperti RSS, crepe, crumb rubber, dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan kopi dan kakao. Kopi dan kakao biasanya mengalami pengolahan primer di tingkat petani baru kemudian mengalami pengolahan sekunder di pabrik. Pengolahan primer akan menghasilkan produk biji kopi atau kakao kering yang tahan lama disimpan sehingga meningkatkan kepraktisan dalam hal penanganan selanjutnya, terutama dalam pemasaran dan penolahannya.
Banyak hasil tanaman perkebunan yang harus segera diolah untuk menghindari kerusakan dan penurunan mutu. Tebu misalnya, dalam 24 jam harus segera digiling, bila tidak mutu gula yang dihasilkan akan rendah. Demikian halnya denga sawit, bila tidak segera diolah kandungan minyak akan mengalami reaksi kimia yang berujung pada penurunan mutu dan rendeman pengolahan. Demikian halnya dengan hasil-hasil perkebunan lainnya.
Berdasarkan karekteristik produk perkebunan tersebut akan berhubungan dengan manajemen pemasaran dari masing-masing produk. Untuk komoditi perkebunan yang berupa biji-bijian bisa digudangkan dalam jangka waktu tertentu dalam pemasarannya manakala harga turun produk bisa dilakukan resi gudang dan dilakukan tunda jual.
Produk peternakan mempunyai karekteristik yang berbeda tergantung pada produk apa yang diusahakan, apakah dalam bentuk ternak hidup atau hasil peternakan dalam bentuk olahan. Peternakan berdasarkan jenisnya dibedakan atas ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba, unggas), dan aneka ternak (kelinci, rusa, burung puyuh, hewan kesayangan, dll). Sedangkan hasil dari peternakan bersifar cepat rusak dan harus membutuhkan manajemen penanganan yang cepat pula untuk diproses lebih lanjut atau dikonsumsi, adapun hasil peternakan adalah daging, susu, telur dan hasil ikutan laiinya. Dalam hal pemasaran harus disesuaikan dengan karakteristik produk tersebut.
Produk susu merupakan cepat rusak sehingga harus segera ditangani baik dalam betuk susu olahan melalui Ultra Haigh Temperature (UHT) atau pasteurisasi. Sedangkan produk berupa daging juga harus dengan penanganan paca panen yang cepat misalnya perlu pendinginan (cold storage) untuk sampai ke konsumen. 
2.3.      Kondisi Pemasaran Produk Pertanian
Pemasaran hasil pertanian pada umumnya masih bersifat tradisional berupa pasar perdesaan yang tersebar diseluruh wilayah nusantara, ini disebabkan oleh produksi pertanian yang dihasilkan oleh banyak petani dengan penguasaan lahan yang relatif kecil. Struktur pasar hasil pertanian pada umumnya bersifat oligopsoni.
Sampai saat ini pengembangan jaringan pemasaran hasil pertanian umumnya masih terkendala oleh keterbatasan petani dalam penggunaan teknologi komunikasi dan informasi, akses permodalan, sarana dan prasaran pemasaran belum mendukung, perencanaan produksi yang kurang jelas, rantai tataniaga yang panjang dari sentra produksi ke konsumen dan stuktur pasar yang kurang baik sehingga menimbulkan distorsi pasar. Akibatnya sistem transaksi yang terjadi mulai dari produsen sampai ke pasar regional di sentra konsumen tidak mampu menghasilkan proses pembentukan harga secara transparan.
Hal di atas menggambarkan rantai pasok (supply chain) dan rantai nilai (Value chain) produk pertanian atau agribisnis Indonesia belum efisien. Sebagai indikator belum efisiennya rantai pasok adalah tingginya marjin pemasaran dan relatif rendahnya harga yang diterima petani. Sementara itu indikator  lain belum efisiennya rantai nilai adalah menurunnya mutu produk pertanian saat sampai di konsumen. Belum efisiennya rantai nilai karena disebabkan oleh belum adanya insentif harga yang menarik bagi petani untuk melakukan perbaikan mutu hasil panennya, belum berkembangnya rantai pendingin (cold chain), masih lemahnya teknologi pengangkutan yang menyebabkan kehilangan hasil cukup besar terutama jika jarak tempuh jauh dan perjalanan memerlukan waktu yang terlalu lama.
2.4.      Program pemerintah dalam pemasaran
Beberapa program yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan pemasaran produk pertnian adalah dengan melakukan kebijakan harga, pengembangan pemasaran, dan pemberian sudsidi, serta kebijaakan tariff dan non tariff impor, dapat dijelaskan sebagai berikut :

2.4.1.      Kebijakan Harga
Harga merupakan cerminan dari interaksi dari penawaran dan permintaan yang bersumber dari sector rumah tangga (sebagai sector konsumsi) dan sector industri (sebagai sector produksi). Sebagai cerminan kekuatan-kekuatan pasar, pemerintah tidak selalu dapat mengendalikan mekanisme pembentukan harga kepada kekuatan harga atau atas suatu komoditi tertentu. Dalam pasar persaingan sempurna, mekanisme harga merupakan jalan keluar yang tepat untuk menyelesaikan masalah perekonomian, tetapi pada kenyataannya struktur psar yang benar-benar sempurna tidak pernah terwujud. Oleh karena itu, agar trcapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih merata, campur tangan pemerintah dalam penentuan harga terutama untuk komoditi-komoditi yang menyangkut hajat hidup orang banyak sangat diperlukan.
Pada umumnya negara-negara sedang berkemabang termasuk Indonesia, komoditi pangan khususnya beras merupakan komoditi stategis sekaligus politis sehubungan dengan proporsinya yang besar dalam pengeluaran ruamah tangga untuk pangan. Lebih khusus lagi untuk beras sudah ada camur tangan pemerintah secara sistematis sebelum Indonesia merdeka. Pemerintah Hindia-Belanda menerapkan harga beras yang relative lebih murah dengan tujuan untuk menekan laju inflasi yang timbul karena ongkos produksi. Apabila harga beras tinggi maka para pekerja diluar sector pertanian memintah upah untuk standar hidup yang lebih tinggi. Dengan demikian upah diluar sector pertanian menjadi lebih tinggi dari pada disektor pertanian.
Impilaksi dari peningkatan upah diluar sector pertanian menyebabkan pendapatan diluar sector pertanian meningkat sehingga permintaan terhadap beraspun meningkat. Meningkatnya permintaan akan beras ternyata belum diimbangi dengan kenaikan produksi beras, akibat selanjutnya naiknya harga beras. Kenaikan harga beras ini menyebabkan keinaikan upah diluar sector pertanian, keaikan upah menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi. Agar produsen tidak merugi, harga ouput yang dihasilkanpun harus tinggi pula. Dari sisi inilah, terjadi kenaikan harga secara umum yang terus-menerus, yang disebut dengan cost inflation (inflasi karena kenaikan ongkos produksi).
Sejak tahun 1969, pendekatan untuk mengendalikan sistem pemasaran beras mulai ditangani pemerintah dengan menetapkan harga dasar. Campur tangan pemerintah dalam rantai pemasaran ini diperlukan karena adanya imperfeksi pasar yang merugikan produsen dan atau konsumen. Kebijakan harga pokok pertanian bertujuan untuk mencapai kombinasi dari tujuan-tujuan berikut :
1.         Kontribusi terhadap anggaran pemerintah
2.         Pertumbuhan devisa negara
3.         Mengurang ketidaksatbilan harga
4.         Memperbaiki distribusi pemasaran dan alokasi sumber daya
5.         Memberikan arah produksi, dan meningkatkan swasembada pangan
6.         Meningkatkan pendapatan dan taraf pendapatan dan kesejahteraan penduduk.
Keadaan produsen dikatakan lebih baik apabila surplus produsen lebih tinggi dan sebaliknya keadaan konsumen dikatakan lebih baik bila surplus konsumen mengalami kenaikan. Beberapa analisis terhadap kebiajakan harga didasarkan atas surplus produsen dan konsumen :
1.      Harga rendah untuk produsen dan konsumen : produsen bebas mengambil keputusan
2.      Harga rendah untuk produsen dan konsumen : tingkat produksi dipaksakan pada produsen
3.      Harga rendah untuk konsumen : harga produsen yang dilindungi
4.      Harga tinggi untuk konsumen dan produsen : keadaan impor
5.      Harga tinggi untuk konsumen dan produsen : keadaan ekspor
Mekanisme penetapan harga adalah dengan : 1) mekanisme kebijakan harga dasar, pada musim pnen pemerintah perlu menetapan harga dasar/ harga pemebelian pemeritah untuk melindung produsen beras. Harga ini akan efiktif apabila diterapkan pada harga ekilibrium (harga pasar yang berlaku). Harga dasar yang efektif akan menyebabkan kelebihan penawaran sehingga terdapat surplus beras yang tidak terjual. Kelebihan penawaran ahrus dibeli oleh Bulog dengan harga yang berlaku, 2) Mekanisme kebijakn harga tertinggi, bertujuan untuk melindungi konsumen, 3) harag peransang, bertujuan untuk menarik minat produsen untuk memproduksi dengan merapkan harga peransang. Harga perangsang adalah pemerintah membeli beras dari produsen dengan harga diatas harga keseimbangan dan menjual kepada konsumen dengan harga dibawah harga kesimbangan.

2.4.2.      Kebijakan Pemasaran
Mosher (dalam Hanafie, 2010) memasukan pemasaran sebagai syarat mutlak untuk mengembangkan pertanian. Beberapa produk hasil pertanian tidak dapat berkemabang karena terhambat pemasarnnya. Apabila biaya produksi suatu komoditi tinggi berarti produksi tersebut tidak berjalan dengan efisien maka daya saing produk yang bersangkutan, baik dipasar dalam negeri amaupun dipasar luar negeri akan menjadi rendah. Kegiatan pertanian selama ini bias  hanya sebagai kegiatan memproduksi saja, sedangkan pasca panen dan pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran bukan petani, sehingga menyebabkan rantai pemasaran produk pertanian sangat panjang. Menurut Downey dan Erickson (1989) Keuntungan dari usaha tani/ budidaya hanya 30 % saja sedagkan 70 % nya berada pada sektor hilir (pengolahan dan pemasaran)”.  Beberapa program pemasaran yang dikembangakan adalah :

2.4.2.1.   Pengembangan Pasar Lelang Produk Pertanain/ Agribisnis
Pasar lelang adalah suatu lembaga transaksi (jual beli) produk pertanian di sentra produksi, yang dilengkapi dengan aturan main dan system transaksi tertentu menuju pembentukan harga tertinggi secara transparan (Hakim. B, 2009). Untuk memeperlancar arus perpindahan produk yang dilelang, penataan lokasi pemasaran produk pertanian tersebut sebaiknya berada pada lokasi yang terjangkau oleh sentra-sentra produksi komoditi yang sejenis dalam satu provinsi. Keberadaan pasar lelang pertanian di lokasi yang tepat diharapkan akan memperlancar pemasaran produk pertanian dan memberi manfaat bagi seluruh pelaku pemasaran. Petani akan menikmati harga yang tinggi sesuai dengan kualitas poduk yang dihasilkan, dan produk yang bermutu rendah akan dihargai lebih rendah. Dengan demikian petani mendapatkan keuntungan dari setiap peningkatan mutu yang diberikan terhadap produknya.
Keberadaan pasar lelang komoditas pertanian akan menjadi fasilitator dan intermediasi antar petani (gapoktan) dan pembeli baik pedagang pengencer, pengumpul, pedagang besar dan kosumen akhir dengan jaringan pemasaran yang lebih pendek dan trasparan. Berdasarkan mekanisme pasar lelang tedapat manfaat baik bagi petani maupun pembeli sebagaimana berikut:
1.      Kepastian/ Jaminan pembeli, Transaksi yang terjadi di pasar lelang akan memberikan kepastian kepada petani bahwa produk yang dihasilkan akan diserap oleh pasar sesuai dengan kesepakatan dipasar lelang. Kepastian ini akan memberikan kejelasan berapa volume yang harus diproduksi dan berapa kebutuhan factor produksi yang diperlukan dalam menghasilkan produk yang diinginkan oleh pasar. Dengan demikian pasar lelang akan mengubah pola penggunaan lahan kepada yang lebih mebnguntungkan karena petani memiliki kepastian jumlah yang akan ditransaksikan. Resiko rendahnya harga karena kelebihan penawaran (excess supply) akan dapat diminimalisasi. Jika yang melakukan transaksi adalah kelompok tani yang mewakili para petani, maka fungsi kelompok tani disini adalah melakukan koordinasi jumlah dan jenis yang diperlukan pasar. Dan bahkan kelompok tani dapat mengatur alokasi jumlah produksi kepada masing-masing petani sesuai dengan sumberdaya lahan yang dimiliki.
2.      Kepastian/Jaminan Harga, Dipasar lelang semua pihak secara terbukia melakukan negosiasi harga sehingga harga yang terjadi lebih transparan. Hagra yang telah ditetapkan ini akan menjadi panduan atau jaminan harga pada saat petani menyerahkan hasil pertanian/ produk pertanian pada saat waktu yang telah ditetapkan. Dengan pasar lelang kecendrungan harga yang berfluktuatif akan dapat dikurangi. 
3.      Meningkatkan posisi tawar petani, Pada perdagangan biasa, daya tawar petani rendah karena petani bergerak sendiri-sendiri, informasi pasar yang tidak seimbang, dan kecendrungan para pedagang bergerak koluktif, sehingga dengan kondisi ini petani mendapatkan harga yang rendah. Dengan keterlibatan petani dan banyak pedagang dalam pasar lelang maka kemungkinan pihak satu mengekploitasi pihak yang lain.
4.      Mendorong peningkatan mutu dan produksi, petani/produsen akan terdorong untuk meningkatkan mutu dan kulaitas produk karena persaingan dipasar lelang yang ketat.
5.      Meningktkan efisiensi tataniaga, dengan pasar lelang antara produsen dan konsumen bisa bertemu lansung dalam melakukan penjualan dengan harga yang saling mengunrungkan.
6.      Meningkatkan kepercayaan institusi keuangan, lembaga keungan akan tertarik membiayai proses produksi para petani karena petani sudah mendapatkan jaminan  pasar dan membiayai pembeli sebagai pre-financing atas komoditas yang dibelinya.


2.4.2.2.   Sitem Resi Gudang
Melalui UU No. 9 tahun 2006 dan telah direvisi pada tahun 2011 di Indonesia telah diterapkan pembiayaan alternative melalui Sistem Resi Gudang (SRG) atau warehouse receipt di sentra-sentra produksi untuk komiditi gabah, beras, jagung, kopi, kakao, lada, karet dan rumput laut. Dengan model SRG, petani dapat menyimpan produknya ke pengelola gudang yang ditandai dengan bukti penyimpanan dalam bentuk resi gudang. Resi ini selanjutnya dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan. Pada masa-masa tertentu bila harga gabah sudah membaik, produk dapat dipasarkan dengan sistem lelang untuk mendapatkan harga tertinggi.
Pada tahun 2011 pemerintah (melaui kemendag) telah membangun 80 resi gudang di 72 Kabupaten dengan komoditas yang masuk kegudang senilai Rp. 40,6 miliar dengan jumlah resi gudang 268 buah (Kompas, 31/1/2012). Namun SRG belum familiar di masyarakat karena masih banyak yan gbelum pahan dengan sistem ini dan belum banyak pihak perbankan yang tertarik dengan sistem ini.
Transaksi resi gudang adalah bentuk modernisasi perdagangan yang diharapkan menciptakan stabilisasi harga. Christian Joerg, seorang collateral Nanager SGS di Geneva Swiss, mencatat sistem resi gudang sudah dikenal dimesopotamia sejak 2400 sebelum Masehi. Resi gudang telah banyak dilakukan di negara amju seperti AS dan Kanada, maupun dinegara berkemabang seperti Filiphina, India, Ukraina, Brazil dan Zambia. juga akan memudahkan pemerintah dalam pemantauan stock komoditas. Sejarah resi gudang berasal dari Chicago, AS sekitar tahun  1830-an. Resi gudang mengubah Chicago yang semula hanya dikenal sebagai basis perdagangan bulu binatang menjadi pusat perdgangan komoditas. Di negara maju resi gudang meruapakan salah satu instrument pendukung kebijakan perekonomian, misalnya dalam pengendalian stock bahan pangan, disamping fasilitas akses pembiayaan bagi sector pertanian.
Diharapkan melalui system resi gudang akan dapat meningkatkan harga jual produk pertanian serta menjamin ketersediaan produk bagi konsumen. Sistem ini juga akan mendorong petani untuk berusaha secara berkelompok sehingga akan menigkatkan efisisensi dan posisi tawar petani, serta menghasilkan produk pertanian dengan mutu yang baik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Selain itu bila model resi gudang ini dapat dilaksanakan di sentra-sentra produksi.
Empat pilar utama dari pelaksanakan Sistem Resi Gudang yaitu: sebagai agunan untuk mendapatkan kredit modal kerja bagi petani untuk melanjutkan usaha nya, dokumen penting pengendalian stok bahan pangan, sistem control untuk mendukung kelangsungan usaha industri pasca panen, dan sebagai instrument perdagangan di bursa berjangka.

2.4.3.      Kebijakan tariff dan non tariff impor
Kebijakan tariff impor adalah pemeberian bea masuk bagi produk-produk impor kedalam negeri tujuan dari tariff ini agar produk impor tidak bebas masuk kedalam negara lain dengan adanya tariff  juga akan meningkatkan cost dari produk tersebut sehingga dengan harga produk tersebut akan mejadi tinggi sehingga produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk impor tersebut. Namun sesuai dengan kesepakan di WTO kebijakan tariff impor harus mualai dikurang dan bahkan harus sudah mencapai 0 % pada tahun 2017.
Kebijakan lain yang dikembangkan untuk menkonter produk pertanian dari serang produk impor adlaah dengan kebijakan non tariff barier atau kebiajakan non tariff. Beberapa kebijakan ini adalah dengan penetapan kuota impor, pencantuman label halal, safty produk dan lain-lain.


III. KESIMPULN DAN SARAN
3.1.      Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan makalah program pemerintah pada pemasaran agribisnis ini adalah :
1.         Permasalah jangka panjang pertanianadalah seamakin berkurangnya tenaga kerja disektor pertanian sedangkan produksi semakin meningkat karena pengaruh teknologi bidang pertanian, sedangkan permintaan terhadap produk pertanian tetap sehingga harga produk pertanian lebih rendah disbanding barang industri.
2.         Permasalahan jangka pendek harga hasil pertanian cenderung berfluktuatif karena permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak elastic yang disebabkan oleh produk pertanian pada umumnya bersifat musiman, kapasitas memproduksi sector pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan dan beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh.
3.         Peran pemerintah sangat diperlukan dalam kebijakan harga komoditas pertanian terutama bahan pangan pokok, serta memngembangkan program-program pemasaran untuk meningkatkan pendapatan petani.
4.         Beberapa program dalam pemasaran yang dapat dikembngkan adalah pasar lelang produk pertanian sebagai pasar yang transparan dan berkeadilan, sistem resi gudang makanakala terjadi penurunn harga pada saat panen raya, dan perlindung terhdapa produk pertanian dengan kebijakan importasi produk-produk pertanian negara lain.

3.2.      Saran
Saran dari penulisan makalah program pemerintah pada pemasaran agribisnis ini adalah perlu bagi pemerintah untuk mencari instrument yang tepat untuk melindungi produk pertanian dalam negeri selain kebijakan impor untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dalam negeri serta perlu pengembangan pasar lelang dan resi gudang dalam menciptakan sistem pemasaran yang transaparan dan pengurangan rantai tataniaga pemasaran, sehingga margin keutngan yang diterima petani lebih besar.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Arifin. B, 2007. Diagnosi Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian, Rajawali Press. Jakarta
Hakim,B.D, 2009. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran, IPB Press, Bogor
Hanafie. R 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian, Penerbit Andi, Yogyakarta
Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta
Sukirno. S, 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi ketiga, Rajawali Press. Jakarta
Koran Kompas 31 Januari 2012







“NEGARA KAYA TERNAK TIDAK AKAN PERNAH MISKIN”

Sejak dilakukan domestikasi  ( m enjinakan) hewan buruan oleh manusia, yang pada awalnya hanya untuk kebutuhan pangan keluarga sehari-hari, ...