Selasa, 28 Februari 2012

MENINGKATKAN NILAI TAMBAH GAMBIR (Uncaria Gambir) MELALUI SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) DI DAERAH SUMATERA BARAT



I.          PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang sangat baik dan beragam. Namun demikian, ketersediaan berbagai sumberdaya hayati yang banyak tidak menjamin kondisi ekonomi masyarakat akan lebih baik, kecuali bilamana keunggulan tersebut dapat dikelola secara profesional, berkelanjutan dan amanah, sehingga keunggulan komparatif (comparative advantage) akan dapat diubah menjadi keunggulan kompetitif (competitive adventage) yang menghasilkan nilai tambah (value added) yang lebih besar.
Salah satu produk pertanian sub sektor perkebunan yang menjadi bahan ekspor semenjak dahulu adalah gambir. Gambir (Uncaria Gambir (Hunter) Roxb) merupakan tanaman perdu setengan merambat. Pemanfaatannya adalah sebagai bahan obat-obatan, pewarna alami dan lain-lain. Tanaman gambir banyak terdapat di Sumatera seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Sumatera Barat. Produksi gambir paling banyak adalah di Sumatera Barat bahkan 80 % produksi gambir nasional berasal dari daerah tersebut.
Sumatera Barat adalah barometer produksi gambir Indonesia karena merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman khas daerah tropis dengan manfaat serbaguna. Prospek pasar dan potensi pengembangannya cukup baik karena digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri. Gambir banyak diusahakan dalam skala usahatani perkebunan rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama provinsi ini. Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera Barat, disamping itu gambir juga diusahakan dalam skala yang lebih kecil di provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Nazir et al. 2007). Disamping sebagai penyumbang devisa, usahatani gambir juga merupakan mata pencaharian bagi lebih kurang 125.000 kepala keluarga petani atau sekitar 15 persen penduduk Sumatera Barat (Ermiati, 2004).
Pengembangan tanaman gambir masih dilakukan secara tradisional, baik tehnik budidaya maupun pengolahan hasil. Peningkatan mutu gambir dapat dicapai apabila teknik dan budidaya dilakukan dengan benar, cara pemanennya yang tepat guna dan penanganan pasca panennya menggunakan peralatan yang baik. Kondisi-kondisi tersebut diatas mendorong perlunya dilakukan pengembangan industri pengolahan gambir melalui penerapan teknologi pengolahan hasil meningkatkan daya saing, nilai tambah produk olahan perkebunan maupun meningkatkan penghasilan petani dengan cara meningkatkan efisiensi pengolahan serta menumbuh kembangkan usaha pengolahan yang baik sesuai dengan kebutuhan pasar global.

1.2.    Perumusan Masalah
Kegiatan pengembangan agroindustri gambir masih sangat sederhana baru menjadi barang setengah jadi dari kegiatan pengambilan ekstrak dari daun gambir yang sudah direbus. Petani belum mendapatkan nilai tambah yang signifikan dari proses pengolahan tersebut, sedangkan nilai tambahnya didapatkan oleh Negara yang mereekspornya. Potensi gambir sebagai salah satu dari produk unggulan perkebunan dalam negeri yang merupakan 80% pasokan gambir dunia berasal dari Indonesia. Namun pengolahan gambir dalam negeri masih sangat sederhana dan tidak mengalami perubahan yang berarti sejak sekitar tahun 150 tahun yang lalu, yang hanya baru menghasilkan gambir asalan dengan mutu rendah dan tidak seragam, sehingga menekan harga di pasar ekspor. Permasalahan mutu gambir juga menghambat pemasaran gambir ke negara importir yang relatif baru, terutama yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik dan senyawa-senyawa kimia baru yang bernilai tambah tinggi.
Berkaitan dengan era globalisasi yang melanda dunia secara nyata menyebabkan bermunculan berbagai norma dan aturan baru yang satu sama lain saling tergantung dan kadang-kadang tidak terpisahkan. Saling ketergantungan antar negara dicirikan dengan semakin terbukanya pasar dalam negeri terhadap produk-produk negara lain. Perubahan kondisi perdagangan dunia menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar unit-unit bisnis di masing-masing negara untuk merebut pangsa pasar global yang semakin terbuka.
Konsekuensi dari perubahan-perubahan kondisi perdagangan tersebut menuntut dunia agroindustri Indonesia untuk tidak hanya memiliki keunggulan komparatif, melainkan juga keunggulan kompetitif yang tinggi, yang tercermin dengan mutu produk yang tinggi dan harga yang dapat bersaing, walaupun mutu produk tinggi tidak harus disertai dengan teknologi yang canggih, melainkan dengan disiplin sumberdaya manusia industrial yang tinggi. Elemen mutu dan harga merupakan dua hal yang saling berkaitan. Mutu produk yang tinggi akan mengakibatkan harga produk menjadi tinggi dan lebih mampu bersaing di pasar global.
Mengingat permasalahan di atas memberikan isyarat bahwa kedepan arah pengembangan perkebunan gambir adalah pengembangan industri yang terintegrasi antara seluruh hal yang terlibat dalam pengembangan industri gambir mulai dari kegiatan budidaya, pasca panen dan pengolahan serta pemasaran.

1.3.    Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan  dari tulisan adalah :
1.    Meningkatkan nilai tambah gambir melalui supply chain management (SCM) agroindustri gambir di Sumatera Barat.


1.4.    Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari kajian pengembangan agroindustri gambir adalah terdiri dari sejauh mana peran penting agroindustri dan pembangunan ekonomi, karekteristik produk gambir, penyebaran produksi gambir, agroindustri gambir, struktur pasar gambir dan pengembangan nilai tambah gambir melalui supply chain management (SCM).
Tulisan ini berdasarkan pada kajian-kajian literatur dan data-data yang dipergunakan merupakan data sekunder.  Penulis tidak melakukan tinjauan langsung ke lapangan untuk melihat proses dan memastikan validitas data yang diperoleh.

II.    TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agro Industri dan Pembangunan Ekonomi
         Agroindustri merupakan industri yang pada umumnya mengandalkan sumber daya alam lokal yang mudah rusak (perishable), bulky/volumineous,tergantung kondisi alam, bersifat musiman, serta teknologi dan manajemennya akomodatif terhadap heterogenitas sumber daya manusia (dari tingkat sederhana sampai teknologi maju) dengan sumber bahan baku lokal yang tinggi (Supriyati, 2006). Agro industri mempunyai peran strategis dalam memenuhi kebutuhan pokok, perluasan lapangan kerja, pemberdayaan produksi dalam negeri, sumber devisa, pengembangan sektor ekonomi lainnya, serta perbaikan ekonomi di pedesaan (Direktorat Jendral IKAH, 2004).
            Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Sektor agribisnis menyerap lebih dari 75% angkatan kerja nasional termasuk didalamnya 21,3 juta unit usaha skala kecil berupa usaha rumah tangga pertanian. Apabila seluruh anggota diperhitungkan maka sekitar 80% dari jumlah penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis. Peranan sektor agribisnis yang demikian besar dalam perekonomian nasional memiliki implikasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional kedepan.
            Sektor pertanian yang handal merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Pengamatan empiris menunjukan bahwa sebagian besar Negara hanya dapat mencapai tahapan tinggal landas menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh sector industri dan jasa setelah didahului oleh kemajuan disektor pertanian (Rostow, 1960) dikutip dari (Priayarsono, 2010).
                                   
2.2.Karekteristik Botani dan Morfologi Gambir
            Gambir (Uncaria gambir) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam family Rubianceae. Secara alami gambir tumbuh di kawasan hutan dengan ketinggian 200 – 800 meter dari permukaan laut yang memiliki curah hujan merata sepanjang tahun dan cukup cahaya matahari, dengan suhu berkisar antara 26 – 280C serta kelembapan mencapai 70-80%. Daerah di sekitar khatulistiwa dengan curah hujan 2500-3000 mm per tahun merupakan daerah yang sesuai dengan pertumbuhan gambir. Tanaman gambir juga dapat tumbuh pada hampir seluruh semua jenis tanah dengan Ph 4.8-5.5 (Hadad et al., 2007) dikutip dari (Gumbira,. 2009).
               Berdasarkan kareteristik morfologinya, tanaman gambir termasuk tanaman perdu setengah merambat yang memiliki batang berkayu. Batang tampak tegak memiliki tipe percabangan simpoidal dan berwarna coklat pucat. Pada tanaman yang sudah tua, lingkar batang pohon dapat berukuran hingga 18 inci (36 cm) (Cantley, 1885).
               Daun gambir tumbuh tunggal pada tangkai batang dan saling berhadapan, bewarna hijau dan memiliki panjang 8 – 13 cm dan lebar 4-7 cm. Bentuk daun oval, bagian ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan permukaan tidak berbulu. Tanaman gambir memiliki bunga majemuk berbentuk lonceng dan berwarna merah muda atau hijau yang tumbuh diketiak daun. Bunga gambir memiliki panjang sekitar 5 cm dengan 5 helai mahkota bunga dan buah gambir berbetuk bulat telur, berwarna hitam memiliki panjang sekitar 1,5 cm dan dua ruang buah (Brown, 2009).

       Sumatera Barat merupakan daerah penghasil gambir terbesar secara nasional. Terdapat tiga tipe tanaman gambir di Sumatera Barat yaitu tanaman gambir tipe Udang, Cubadak, dan Riau. Perbedaan morfologi serta produktivitas ke tiga tipe tanaman gambir tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

               Tabel 1. Morfologi Tanaman Gambir Tipe Udang, Cubadak, dan Riau.
Parameter
Tipe
Udang
Cubadak
Riau
Panjang daun (cm)
11 - 17
11 - 14
10 - 14
Lebar Daun
7 - 10
6 - 8
5 – 8
Jumlah daun per ranting (lembar)
10 - 18
6 - 16
10 - 24
Jumlah Ranting per cabang (buah)
5 - 9
4 - 8
6 – 11
Diameter Batang (cm)
1,0 – 1,6
1,0 – 1,6
1,0 – 1,6
Diameter Cabang (cm)
0,7 – 1,1
0,7 - 11
0,7 – 1,1
Diameter Ranting(cm)
0,5 – 0,7
0,5 – 0,7
0,5 – 0,7
Bobot daun dan  per tanaman (kg)
4,5 – 7,0
4,2 – 7,3
4 – 7
Bobot ranting per tanaman (kg)
6,5 – 7,0
6.0 – 6,5
5,5 – 6,0
Bobot getah kering per Ha (kg)
750 - 1200
630
550 - 950
Sumber : Denian et al., (2005) dikutip dari (Gumbira, 2009).  


2.3.Kandungan Kimia Gambir
Gambir menjadi bahan obat-obatan dan kosmetika karena memiliki komponen kimia  sebagai berikut :
a.    Catechin biasanya disebut juga dengan asam catechoat dengan rumus kimia C15H14O6, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat, hampir tidak larut dalam koloroform, benzen dan eter.
b.    Asam Catechu Tannat merupakan anhidrat dari catechin, dengan rumus kimia C15H12O5. Apabila catechin dipanaskan pada temperatur 110oC atau dengan cara memanaskan pada larutan alkali karbonat, ia akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi Asam Catechu Tannat yang berupa serbuk berwarna coklat kemerah-merahan, cepat larut dalam air dingin, alkohol, tidak berwarna dalam larutan timah hitam asetat.
c.    Pyrocatechol merupakan hasil penguraian dari zat lain seperti catechin dengan rumus molekul C6H6O2, bisa larut dalam air, alkohol, eter, benzen, dan kloroform. Jika dipanaskan akan membentuk catechol; membentuk warna hijau dengan FeCl3; membentuk endapan dengan Brom; larutannya dalam air cepat berwarna coklat; dapat mereduksi perak amoniakal dan Fehling.
d.    Gambir Flouresensi merupakan bagian kecil dari gambir dan memberikan flouresensi yang berwarna hijau, dapat dilihat apabila larutan gambir dalam alkohol dikocok dengan petrolium eter dalam suasana sedikit basa.
e.    Catechu Merah yaitu gambir yang memberikan warna merah.
f.     Quersetin adalah suatu zat yang berwarna kuning yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan berupa turunan flavonol dengan rumus molekul C15H10O7, disebut huga dengan melatin atau supheretin dan larut dalam asam asetat glasial yang memberikan warna kuning, serta larut dalam air dan alkohol, memberikan warna hijau dengan Fe3+ dan akan berubah menjadi warna gelap dengan pemanasan.
g.     Fixed Oil merupakan minyak yang sukar menguap.
h.    Lilin (malam) terletak pada lapisan permukaan daun gambir. Merupakan monoester dari suatu asam lemak dan alkohol.
i.      Alkaloid pada gambir terdapat 7 macam, yaitu dihidro gambirtaninna, gambirdina, gambirtanina, gambirina, isogambirina, auroparina, oksogambirtanin(Hiller K dan Melzig, 2007)

2.4.Manfaat dan Kegunaan Gambir
Kegunaan gambir pada umunya yaitu untuk obat-obatan seperti mengobati mencret (daunnya), perut mulas, eksema, disentri, radang gusi (getahnya), radang tenggorokan, demam-kuning, batuk, haid banyak dan berdarah. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, gambir mempunyai efek sebagai antioksida. Efek antioksidan tersebut dihubungkan dengan manfaat bagi kesehatan manusia dalam mencegah resiko penyakit degeneratif seperti kanker, jantung, diabetes, dan menghambat efek penuaan dini. Antioksidan juga diaplikasikan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan yang secara alami atau sengaja ditambahkan dalam produk pangan yang rentan terhadap oksidasi (Gordon, 2001; Reische, Lillard, dan Eitenmiller, 2002).
Gambir merupakan salah satu bahan alami yang menjadi sumber antioksidan alami. Senyawa antioksidan alami gambir adalah senyawa fenolik yang merupakan golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan berupa katekin. Hasil penelitian Rauf, Santoso, dan Suparmo (2010) menyatakan bahwa komponen utama ekstrak gambir adalah katekin. Aktivitas antioksidan yang dimiliki gambir menempatkan gambir sebagai komoditas ekspor. Luasnya pemanfaatan gambir yang digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri tekstil, industri kosmetik, industri farmasi dan makanan yang menjadi indikasi adanya kandungan antioksidan dan antibakteri pada gambir sangat potensial untuk dikembangkan dalam memperpanjang masa simpan produk pangan.
            Pemanfaatan gambir pada produk pangan selama ini masih terbatas sehingga menyebabkan gambir belum dimanfaatkan secara optimal serta kurangnya pengetahuan masyarakat dalam metode mengekstraksi gambir.
Pengetahuan masyarakat tentang gambir masih terbatas berupa produk gambir komersil yang merupakan hasil ekstraksi daun tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) yang dikeringkan, diolah secara tradisional, diekstrak dengan metode basah menggunakan air sehingga gambir yang ada dipasaran masih dalam bentuk bongkahan serta merupakan ekstrak kasar. Ekstrak kasar tersebut, masih banyak terdapat komponen non fenolik sebagai impurities yang keberadaanya tidak dikehendaki seperti klorofil dan sellulosa. Komponen non fenolik tersebut akan mengganggu pengaplikasian dalam produk pangan sehingga perlu diekstraksi lagi untuk mendapatkan ekstrak gambir yang mengandung komponen fenolik bebas impurities serta memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Rauf dkk, 2010).

2.5.Penyebaran Tanaman Gambir dan Perkebunan Gambir di Indonesia
Tanaman gambir yang termasuk jenis tanaman iklim tropis diperkirakan berasal dari wilayah Sumatera dan Kalimantan.  Tanaman tersebut diketahui juga tumbuh di Malaysia, Singapura dan Indonesia. Di Malaysia dan Singapura, tanaman gambir dibudidayakan sebagai tanaman perkebunan penting hingga awal anad 20 dimana seiring dengan perkembangan industrialisasi berpengaruh terhadap perkebangan tanaman gambir yang bergeser ke tanaman karet dan nenas (Thulaja, 3003). Saat ini tanaman gambir di Indonesia dapat ditemui di Kepulauan Riau, pantai timur Sumatera, Indragiri, Bangka, Belitung, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat (Nuryeti et al., 1995).
Di pulau Sumatera, terdapat empat provinsi yang sentra utama perkebunan gambir yaitu : Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Selatan. Provinsi Sumatera Barat merupakan provinsi dengan luas areal perkebunan gambir rakyat terbesar di Indonesia. Pualau lain yang memilik gambir rakyat adalah Provinsi Aceh dan Bangka Belitung. Sentra perkebunan gambir di Sumatera Barat terdapat di Kabuaten Limapuluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Di daerah Kabupaten Limapuluh Kota, daerah perkebunan gambir utama adalah Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Bukit Barisan dan Kecamatan Lareh Sago Halaban. Beberapa Kabupaten lain yang memiliki perkebunan gambir di Sumatera Barat adalah Kabupten Padang Pariaman, Pasaman, Sawah Lunto Sijinjung dan Kabupaten Agam.
            Tabel 2. Sentra Perkebunan Gambir di Indonesia
No
Provinsi
Kabupaten/ Kota
1
Aceh
Aceh Tenggara
-         Kecamatan Bandar (Desa Tengku Kute, Kute Ujung
-         Kecamatan Kotakace
2
Sumatera Barat
1.    Kabupaten Agam
2.    Kabupaten Pasaman
3.    Kabupaten Limapuluh Kota
-          Kecamatan Bukit Barisan
-          Kecamatan Guguk
-          Kecamatan Mungka
-          Kecamatan Payakumbuh
-          Kecamatan Lareh Sago Halaban
-          Kecamatan Harau
-          Kecamatan Pangkalan Koto Baru
-          Kecamatan Kapur IX
4.    Kabupaten Tanah Datar
5.    Kabupaten Padang Pariaman
6.    Kabupaten Solok
7.    Kabupaten Pesisisr Selatan
8.    Kabupaten Sijunjung
9.    Kota Padang
10. Kabupaten Sawah Lunto
3
Sumatera Utara
1.    Kabupaten Dairi
-          Kecamatan Solok (Desa Tanjung Medan, dan Kuta Tinggi)
-          Kecamatan Si Empa Nempu Hulu (Desa Kuta Tengah)
-          Kecamatan Silima Pungga (Desa Kentara)
2.    Kabupaten Phakpak
4
Riau
Kabupaten Kampar
5
Bangka Belitung
Kabupaten Sunggailat – Bangka
6
Sumatera Selatan
Desa Toman, Kecamatan Babatan Toman Kabupaten Musi Banyuasin
7
Papua
Kabupaten Merauke
Sumber : Amos et al., 2005
Tabel 3. Lokasi Perkebunan Gambir di Kabupaten Limapuluh Kota
No
Kecamatan
Luas
Kecamatan (km2)
Lahan Gambir (ha)
1
Kapur IX
723.36
5,682
2
Pangkalan Koto Baru
712.06
3,739
3
Suliki
136.94
354
4
Guguak
106.2
69
5
Lareh Sago Halaban
394.85
533
6
Mungka
83.76
566
7
Harau
416.8
497
8
Payakumbuh
99.47
130
9
Bukit Barisan
294.2
2,635
Total
14,205
Sumber : Website Kabupaten Lima Puluh Kota 2011

2.6.Budi Daya Tanaman Gambir
         Budidaya gambir pada umunya dilakukan di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 – 2000 m di atas permukaan laut. Wlaupun demikian, tanaman gambir dapat dibudidayakan pada lahan dengan ketinggian 200 – 800 m di atas permukaan laut, mulai dari toporafi agak datar sampai lereng bukit (Wikipedia. 2007). Di daerah sentra  tanaman gambir, kebun – kebun gambir rakyat dapat ditemukan di daerah – daerah lereng perbukitan dengan kemiringan beragam, mulai dari kemiringan yang rendah hingga sangat curam.
         Bididaya gambir masyarakat dilakukan secara sederhana atau semi intensif dengan beberapa focus kegiatan seperti dijelaskan di bawah ini :
1.      Pembibitan Gambir
Bibit tanaman gambir dapat diperoleh melalui pengembangbiakan secara vegetative atau generative.
a.      Pengembangbiakan secara vegetative
Pengembangbiakan secara vegetative terdiri dari dua metoda yaitu melalui stek dan penyambungan. Metode stek dilakukan dengan memotong dahan yang telah berukuran besar dan memiliki dua buah cabang atau lebih. Potongan dahan dengan panjang sekitar 50 cm kemudian lansung ditanam pada hari yang sama atau direndam dalam air sebelum ditanam pada hari berikutnya. Sebainya cara vegetative dilakukan pada musim hujan. Pada cara pengembangbiakan dengan cara penyambungan, dahan pohon dilengkungkan dan dimasukkan kedalam lubang ditanah dengan kedalaman 10 cm. Dahan yang telah berada didalam lubang kemudian ditimbun tanah. Setelah sekitar tiga bulan akar tanaman muncul pada dahan yang ditimbun. Dahan yang telah berakar tersebut kemudian dipisahkan dari tanaman induknya dan ditanam pada lubang penaman yang baru (Amos et al., 2055).
b.      Pengembangbiakan secara generative
Pengembangbiakan ini menggunakan biji gambir merupakan yang paling banyak dilakukan petani gambir. Biji gambir yang digunakan untuk pengembangbiakan diperoleh dari buah gambir yang sudah matang pada tanaman gambir di hutan atau pohon gambir budidaya yang belum pernah dipanen (Ermiaati, 2004)
Cara menghasilkan bibit tanaman gambir dari biji buah gambir yang umum dilakukan oleh masyakarakat pembudidayaan gambir.
1)     Penyiapan lahan dan tanah untuk persemaian benih
Bisanya petani mengunakan lahan di tebing pematang sawah untuk persemaian benih. Pematang sawah dibersihkan dari rumput dan tumbuh-tumbuhan lainnya kemudian tanah dibasahi dengan air hingga menjadi liat dan licin atau menjadi bencah (lumpur) agar biji gambir dapat menempel. Kelembapan tanah dipertahankan, namun tidak sampai terendam air atau terkena lansung air hujan karena dapat menyebabkan bibit gambir tidak akan tumbuh.
2)     Penebaran benih
Biji gambir diperoleh dari buah gambir matang yang telah dikeringkan terlebih dahulu. Biji gambir berbentuk serbuk, sangat halus, dan memiliki bobot yang ringan. Biji gambir ditebarkan di lahan persemaian dengan meniupkan biji gambir ke tanah penyemaian.
3)     Pembuatan atap penaung
Atap penaung yang terbuat dari anyaman daun kelapa atau jerami digunakan untuk melindungi benih gambir dari panas terik mata hari, air hujan, dan gangguan lainnya.
4)     Pemindahan bibit siap panen
Tunas dari biji gambir mulai tumbuh pada usia dua sampai tiga minggu baru lansung ditaman di lahan kebuh atau dipindahkan ke dalam wadah polybag hingga berumur delapan bulan.

2.      Persiapan lahan
        Lahan untuk tanaman gambir memerlukan pengolahan tanah yang baik, diawali dengan pembabatan se-mak belukar dan gulma. Pembukaan areal pada hutan baru, perlu dilakukan penebangan pohon, kemudian tebangan ditumpuk agar dapat dilakukan pengajiran. Pada lahan miring perlu di-sengked menurut kontur dan lubang tanaman berbaris menurut kontur (dalam baris rapat antar baris jarang). Setelah dibersihkan dilakukan pengajiran dan pembuatan lubang ta-naman berukuran 40 x 40 x 40 cm atau minimal 30 x 30 x 30 cm dengan jarak yang ideal 2 x 2 m (2.500 tanaman/ha) yang memberikan produksi tertinggi. Menurut Yuhono (2004) bahwa lubang tanam berukuran 30 x 30 x 30 cm atau dibuat lubang tanam dengan cara di-tugal saja dengan jarak tanam ber-variasi antara 2 x 2 m, 2 x 3 m atau 2,5 x 2,5 m. Sewaktu penggalian lubang, tanah bagian atas yang masih mengandung humus dipisahkan dari bagian bawah setelah 15 hari lubang ditutup kembali dengan tanah bercampur pu-puk organik (kompos/pupuk kandang).

3.          Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman gambir meliputi : penyiangan naungan disaat baru tanam sampai dengan umur 1,5-2 tahun, kemudian pemupukan dan pe-ngendalian hama penyakit. Untuk menstabilkan produksi tanaman gambir per-lu dilakukan upaya pemupukan yang teratur.

2.7.Supply Chain Management (SCM)
         Supply chain management  (SCM) diartikan sebagai manajemen rantai suplai adalah sebuah ‘proses payung’ di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen.(Kalakota, 2000).
         Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk  memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001).  Rantai suplai yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.

III.             STRUKTUR AGROINDUSTRI GAMBIR DI SUMATERA BARAT

3.1.    Struktur dan Perilaku Pasar Gambir
            Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun perilaku yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan keragaan suatu pasar. Ada empat faktor yang jadi penentu yaitu : jumlah dan ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar ), kondisi dan keadaan produk (homogen atau deferensiasi), dan tingkat pengetahuan petani dalam pemasaran hasil produknya. Struktur pasar juga dapat diartikan dengan tipe dan jenis-jenis pasar yang secara garis besar dibagi atas dua kelompok yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.
            Dalam pemasaran yang paling menjadi dominan perhatian adalah efisiensi, baik cara pengukurannya maupun kriteria yang dipakai. Setidaknya ada dua penentu efisien atau tidaknya suatu proses pemasaran. Pertama, efisiensi pemasaran tidak mampu menunjukan ukuran yang konsisten untuk mengukur efisiensi pemasaran secara keseluruhan. Kedua, efisiensi pemasaran seringkali melupakan aspek kesejahteraan masyarakat (welfare aspect of the society).
Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan sekaligus juga memperhatikan welfare society, pendekatan dengan konsep SCP (Structure- Conduct-Performance) merupakan pendekatan yang bisa digunakan untuk mengurangi tidak efisiennya suatu pemasaran. Pendekatan SCP adalah pendekatan organisasi pasar yang mencakup atau mengkombinasikan semua aspek dari sistem pemasaran atau tataniaga yaitu: market structure, market conduct dan market performance. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Mason (1939), yang mengemukakan bahwa struktur (structure) suatu industri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct), yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri tersebut.


a.      Struktur Pasar
Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan suatu resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan keragaan pasar. Antara lain ada empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah dan ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan keadaan produk (homogen atau diferensiasi), mudah atau sukarnya untuk masuk dan keluar pasar atau industri (barrier to entry) dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran. Struktur pasar dapat juga diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar, yang secara garis besar dibagi atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna.
Pasar Persaingan Sempurna (PPS) adalah kondisi pasar ideal dan kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi yang harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di pasar, (2) tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi pesaingnya di pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta tidak ada persaingan di luar harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar pasar, dan (5) jenis produk homogen dan identik, serta semua partisipan pasar mempunyai cukup informasi dan pengetahuan tentang produk dan harga. Sisi yang berlawanan sangat ekstrim dengan pasar persaingan sempurna adalah pasar monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya pasar oligopoli (sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika diurutkan menurut kedekatan karakteristik masing-masing pasar satu sama lain, maka struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar monopolistik, pasar oligopoli dan terakhir pasar monopoli.
Imperfect competition bisa juga dilihat dari perspektif pembeli atau konsumen, sehingga selain ketiga jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut (monopolistik, oligopoli dan monopoli) juga dikenal struktur pasar monopsoni dan oligopsoni. Pasar monopsoni menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar dimana hanya terdapat satu pembeli atau kondisi dimana hanya ada satu perusahaan pengguna pada pasar input tertentu dan oligopsoni adalah sebuah situasi pasar dimana hanya ada beberapa pembeli dari satu produk atau komoditas (a few large buyers of a product).
Struktur pasar gambir yang terbentuk di Sumatera Barat khusunya di Kab. Lima Puluh Kota  adalah pasar oligopsoni dari sisi pembeli. Hal ini dikarenakan jumlah petani jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul. Akibatnya petani cenderung menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul, daya tawar petani dalam menentukan harga relatif rendah. Perbandingan antar jumlah pedagang pengumpul dengan pedagang besar bila dilihat lagi di level pasar berikutnya juga berbanding jauh sehingga juga cenderung mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah pedagang besar yang ada di suatu wilayah. Umumnya  pedagang besar memiliki daerah operasional yang tidak hanya terbatas di daerah domisilinya saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan sentra produksi lainnya baik secara langsung dengan armada sendiri, maupun melalui perantara pedagang pengumpul yang telah dimodali.
            Struktur pasar gambir yang selama ini terjadi dari petani pengolah cukup pendek dan bersifat pasar oligopsonI atau persaingan tidak sempurna ditandai dengan sedikitnya jumlah pedagang dan sulitnya bagi pedagang baru untuk masuk. Rantai tata niaga gambir ditunjukkan pada Gambar 3.
 
Petani
Pedagang besar
Pedagang pengumpul
Eksportir
Lokal
Pedagang diluar Provinsi Sumatera Barat






               Gambar 3 . Saluran Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
b.      Perilaku Pasar
Perilaku pasar (market conduct) merupakan perilaku partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara individu atau kelompok dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan pemasaran tertentu. Misalnya praktek-praktek bisnis yang dilakukan perusahaan dalam kebijakan penentuan harga, promosi penjualan dan berbagai strategi penjualan lainnya yang dilakukan untuk mencapai hasil pasar yang spesifik. Pada prinsipnya hubungan pembeli dan penjual adalah hubungan persaingan, tetapi setelah ada kesepakatan atau negosiasi, hubungan itu menjadi transaksi. Firdaus et al. (2008), lebih lanjut menyebutkan bahwa perilaku pasar terdiri dari kebijakan kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar dapat dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, produk dan promosi. Perilaku antara lain juga bisa dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi antar partisipan di pasar. Beberapa  indikator dalam melihat perilaku pasar adalah :  (1) praktek pembelian dan penjualan, (2) proses pembentukan harga, (3) praktek dalam menjalankan fungsi pemasaran yang sudah dibahas dalam analisis struktur pasar sub bab lembaga pemasaran, serta (4) kerjasama antar lembaga pemasaran.

Kecenderungan yang dijumpai dari praktek jual beli yang dilakukan petani dan pedagang adalah bahwa petani cenderung menjual hasil panennya kepada pedagang lokal yang sudah dikenal baik atau minimal sudah pernah bertransaksi sebelumnya. Hal ini terjadi karena: (1) adanya hubungan baik dengan pedagang yang bersangkutan, (2) terbatasnya akses petani dengan pedagang yang berasal dari daerah di luar wilayahnya, dan (3) adanya ketergantungan modal kerja dengan pedagang yang bersangkutan terutama dalam kegiatan pengolahan. Selain pertimbangan kenal atau tidaknya dengan siapa petani akan bertransaksi, pertimbangan lain adalah harga yang ditawarkan pedagang, serta pemotongan kadar air yang ditawarkan pedagang, atau dengan kata lain pertimbangan rasional dan memberikan keuntungan tertinggi tetap menjadi acuan petani dalam melakukan transaksi, terutama petani yang tidak memiliki keterikatan dan perjanjian dengan pedagang tertentu.
Penetapan harga gambir dalam negeri dipengaruhi oleh harga yang ditetapkan oleh pengekspor. Terdapat tiga tingkatan  harga jual gambir sesuai dengan tingkat rantai pemasarannya yaitu harga ditingkat petani pengolah, haraga di tingkat pedagang dan harga ditingkat eksportir. Eksportir telah terkebih dahulu menentukan harga dengan pihak pembeli  atau importer. Harga yang ditetapkan oleh eksportir kepada pedagang pengumpul yang memasok gambir kepada eksportir tersebut akan tetap sesuai dengan harga dalam kontrak perdagangan dengan pengimpor selama kontrak tersebut belum terpenuhi. Bila waktu kontrak yang disepakati mendekati waktunya, tetapi kuota gambir yang dipesan belum mencukupi, biasanya eksportir secara mendadak menaikan harga pembelian gambir. Harga gambir yang tinggi di pasar internasional tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan harga gambir disetiap rantai pemasaran gambir dalam negeri.
Ketentuan harga ditingkat pedagang akan menjadi patokan pengumpul untuk mentapkan harga gambir yang dibelinya kepada petani pengolah. Petani gambir tidak mementukan harga jual gambir yang diproduksinya. Walaupun demikian petani tetap menjual gambirnya kepada pedagang pengumpul desa dengan alasan lebih praktis dan harganya tidak jauh berbeda dengan harga pasar local, serta tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan berupa ongkos transportasi ke pasar gambir.
Sulitnya petani menentukan harga jual gambir disebabkan oleh karena minimnya informasi yang dimiliki petani pengolah terkait perkembangan harga perdagangan gambir domestik maupun internasional. Akses terhadap informasi harga gambir hanya dimiliki oleh pedagang besar atau eksportir, sehingga   pedagang besar maupun eksportir memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menetukan harga jual gambir yang dipasok oleh pengumpul.
Pasar domestik utama gambir terdapat di Sumatera dan Jawa. Gambir yang berasal dari Sumatera Barat selain dipasok untuk konsumsi lokal di Wilayah Sumatera dikirimkan ke beberapa daerah di Jawa terutama Jawa Tengah dan Jawa Timur. Untuk ekspor gambir Indonesia sebagian besar berasal dari Sumatera Barat dan sebagian kecil dari Sumatera Selatan dan Bengkulu. Dengan 80 % pangsa pasar gambir dunia yang dikuasai, Indonesia termasuk Negara pengekspor gambir terpenting di dunia. Berdasarkan data BPS (2008), ekspor gambir Indonesia pada tahun 2006 mencapai sekitar 8.000 ton dengan nilai US$ 8,3 juta. India merupakan negara pengimpor gambir Indonesia terbanyak yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Negara pengimpor gambir lainnya yaitu Pakistan, Nepal dan Banglades.
Walaupun Indonesia merupakan pengekspor gambir utama di dunia, namun volume dan nilai ekspor gambir Indonesia mengalami fluktuasi dan tidak seluruh ekspor gambir ke negara tujuan menunjukan  kondisi stabil ataupun pertumbuhan yang baik setiap tahunnya. Penyebab utama kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi mutu produk gambir yang rendah sehingga harga di pasar juga menjadi rendah. Volume dan nialai ekspor gambir Indonesia mengalami fluktuasi hal ini terlihat pada Tabel 4.
Berdasarkan nilai jual gambir yang diekspor per kilogram bobotnya terdapat perbedaan harga gambir di antara negara tujuan ekspor gambir Indonesia. India yang menjadi pangsa pasar ekspor gambir Indonesia terbesar tidak memberikan nilai ekspor gambir per kilogram yang tinggi. Berbeda dengan nilai ekspor gambir per kilogram yang tinggi di Jepang dan Hongkong walaupun volume gambirnya dari Indonesia hanya seperseribu volume impor gambir India dari Indonesia. Tingginya nilai perkilogram bobot gambir yang diimpor oleh Jepang dan Hongkong menunjukan tingginya  mutu gambir tersebut. Negara-negara tersebut membutuhkan gambir yang diperlukan dalam produk farmasi maupun kosmetik, sehingga gambir yang diimpornya harus memiliki mutu yang tinggi. Pada Tabel 5 dapat dilihat tujuh klasifikasi harga gambir ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan.

Tabel 4 . Perkembangan Ekspor Gambir Indonesia pada tahun 2007 – 2008
Tujuan
Tahun
Persentase perubahan Bobot dan Nilai ekspor (%)
2007
2008
a
b
Bobot (ton)
Nilai FOB (1000 US$)
Bobot (ton)
Nilai FOB (1000 US$)
Bobot (ton)
Nilai FOB
Bobot (ton)
Nilai FOB
Bangladesh
244.0
319.6
365.5
517.7
-32.8
13.3
33.2
38.3
Hongkong
34.5
114.0
26.9
72.3
95.3
97.8
-27.8
-57.7
India
12.221,4
20,824,1
15,044.6
31,587.8
45.1
66.2
18.7
34.08
Italia
40,250
56.8
-
-
-
-
-
-
Jepang
3.5
11.3
7.6
1.8
-100.0
-266.3
54.2
-515.8
Korea
6.2
4.8
-
-
-
-
-
-
Malaysia
37.4
26,7
41,5
9.4
86.6
77.5
9.7
-185.2
Nepal
375.0
604.8
232.0
278.6
33.3
39.4
-61.7
-117.0
Perancis
0.1
0.15
-
-
-
-
-
-
Singapura
159.0
264.0
166.3
246.2
76.2
50.8
4.4
0.1
Sudan
11.2
2.8
-
-
-
-
-
-
Taiwan
5.0
9.7
-
-
0.0
-0.26
-
-
Thailand
1.0
0.8
-
-
-16.0
-354.97
-
-
Uni Emirat Arab
-
-
28
13.9
-
-
-
-
Yaman
6.0
11.5
-
-
-
-
-
-
a : Pertumbuhan volume dan nilai ekspor gambir tahun 2007 dibandingkan dengan  tahun 2006.
b : Pertumbuhan volume dan nilai ekspor gambir tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007
Data diambil dari (Gumbira, 2009).

Tabel 5. Klasifikasi  Harga Ekspor Gambir Tahun 2007
No
Negara Tujuan
Kelas Harga (Rp/Kg)
1
Jepang, Hongkong
32,000 – 33,000
2
Taiwan, Yaman
19,000 – 20,000
3
India
17,000
4
Singapura, Nepal, Pakistan, Perancis dan Italia
14,000 – 16,000
5
Bangladesh
13,000
6
Malaysia, Thailand, Republik Korea
7,000 – 8,000
7
Sudan
2,500
(1 USD = Rp 10,000)
Disadur dari (Gumbira, 2009)


3.2.    Supply Chain Management (SCM) Industri Gambir
SCM menunjukan pada manajemen keseluruhan proses produksi, distribusi dan pemasaran dimana konsumen dihadapkan pada produk-produk yang sesuai dengan keinginannya dan produsen dapat memproduksi produk-produknya dengan jumlah, kualitas, waktu dan lokasi yang tepat. Produk olahan gambir yang berguna dalam bahan pembuatan obat-obatan, kosmetik, pewarna alami, dan sebagai penyamak kulit diperkirakan permintaan akan meningkat sehingga menuntut produk olahan gambir yang berkualitas dengan atribut-atribut yang diinginkan konsumen.
Untuk membangun industri gambir yang memiliki nilai tambah yang besar, maka dengan strategi SCM, struktur yang tersekat dan terpisah harus ditransformasikan kepada struktur integrasi yang vertikal. Hal itu diperlukan untuk memudahkan untuk memadukan subsistem hulu sampai dengan hilir dalam satu kesatuan manajemen. Pembangunan sistem yang terintegrasi dalam industri gambir merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah. Upaya tersebut dilakukan dengan mengakomodasi pelaku-pelaku industri gambir dari setiap subsitem yang ada. Dengan adanya SCM akan memberikan keuntungan antara lain :
1.      Adanya penambahan nilai antara lain meliputi kesesuaian dengan pesanan, ketepatan dalam distribusi dan kesesuaian dalam pembebanan biaya produksi
2.      Pengurangan biaya transaksi yang berdampak pada timbulnya respon terhadap pasar yang lebih berorientasi kepentingan pedangan pengumpul
3.      Pengurangan resiko bisnis, yaitu memberikan jaminan pemasaran produk dan peningkatan efesiensi.
Dalam membangun menerapkan dan membangun strategi SCM pada agroindustri gambir, beberapa hal penting yang menjadi perhatian adalah   dengan mengintegrasikan aktifitas primer dengan aktifitas perusahaan. Adapun aktivitas primer terkai dengan kegiatan pembibitan, produksi/ budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan, distribusi, sistem pemasaran, dan servis konsumen. Sedangkan aktivitas pendukung adalah infastruktur perusahaan, manajemen SDM , pengembangan teknologi dan pembelian.


Industri Katechin
Petani/gapoktan
Petani/gapoktan
Petani/gapoktan
Industri/ hulu Pengolahan gambir asalan (rumah kempa
Industri farmasi obat-obatan/ kosmetika dll
Kemitraan
Kemitraan
Industri penunjang
 

                     Gambar 4 . Skema SCM produk gambir dari petani pengolah sampai ke
                                     industri akhir

3.3.    Industri Penggerak Utama/ Prime Mover
Gambir pada umumnya pada tingkat petani pengolah lebih cenderung untuk pembuatan gambir dalam bentuk bootch (bentuk tabung silinder). Proses produksi gambir umumnya ditingkat petani. Rangkaian kegiatan produksi gambir di rumah kempa di tingkat petani ditunjukkan Gambar 5.

Pemanenan daun gambir
Pengangkutan gambir ke rumah kempa
Perebusan
Pengepresannn
Pengendapan
Penirisan
Pencetakan
Pengeringan
Proses Pengolahan di Rumah Kemapa
 

            Gambar 5. Rangkaian kegiatan produksi gambir di rumah kempa
Pohon industri gambir mempunyai cakupan yang cukup luas dan mempunyai prospek yang bagus dalam agroindustri.   Hasil gambir dari petani dalam bentuk gambir asalan dapat diolah lebih jauh menjadi senyawa kimia yang selanjutnya dapat digunakan untuk biofarmaka, kosmetika dan biopestisida.  Nilai gambir akan menjadi lebih tinggi apabila telah diolah lebih lanjut tidak sekedar menjadi gambir asalan saja.  Rentang pohon industri gambir ditunjukkan pada Gambar 6.



Pohon Gambir
Ranting Gambir Muda
Daun Gambir
Batang Gambir Tua
Kompos (Dari daun sisa ekstraksi)
Gambir Asalan
Kayu Bakar
Pelet Kayu
Gambir untuk menginang
Campur Pakan Sapi Pedaging
Produk Utama
Adesive
Gambir Murni
Gambir Terstandarisasi
Katekin
Tanin
Produk
Biofarmaka/
Sediaan
Produk nano gambir
Biopestisida
Kosmetika
Biofarmaka
Senyawa kimia
Penyamak Kulit
Senyawa kimia
Pewarna Alami
Anti kerak Boiler
Pelapis Logam
Biopestisida
Peluruh dan Anti Karat pada logam
·      Tablet anti diare                         
·      Kapsul haemorrhoid
·      Tablet Hisap
·      Tablet buih
·      Obat kumur
·      The gambir
·      Gel dan krim
-          Anti jerawat
-          Anti ageing
-          Anti ketombe
·      Pasta gigi
·      Lotion luka bakar
·   Sabun transparan
·   Gel luka permukaan
·   Gel luka bakar
·   Ganbir aproidisika
·   Minuman kesehatan (katevit)
·   Pasta gambir


Gambar 6 . Pohon industri gambir 


IV.             PEMBAHASAN
Gambir merupakan komoditas yang penting bagi masyarakat dan Pemerintah Sumatera Barat.  Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari daerah itu.  Disamping sebagai penyumbang devisa, usahatani gambir juga merupakan mata pencaharian bagi lebih kurang 125.000 kepala keluarga petani atau sekitar 15 persen penduduk Sumatera Barat (Ermiati, 2004). Angka yang signifikan itu menunjukkan nilai gambir yang penting baik dari sisi ekonomi maupun dari sisi sosial kemasyarakatan.  Bisa dikatakan, apabila seluruh komponen yang bergerak di bidang agro industri gambir itu sejahtera dan baik taraf hidupnya, baik dari sisi petani,  pedagang maupun para industriawannya, maka minimal 15 persen penduduk Sumatera Barat naik tingkat kemakmurannya.

Tanaman gambir dapat dipanen sebanyak 24 kali setiap tahunnya, tergantung kepada pertumbuhan tanaman.  Adapun yang dipanen adalah daun beserta ranting tanaman.  Jaringan tanaman tersebut banyak mengandung catechin.  Tanaman gambir dapat dipanen terus menerus selama 15 tahun semenjak penanaman (Kemal, 2001).  Kandungan catechin dalam gambir adalah salah satu komponen mutu gambir.  Untuk gambir Mutu I, II dan III kandungan catechin minimal secara berurut-urut adalah 40 persen, 30 persen dan 20 persen (Risfaheri et al., 1993).

Untuk membangun industri gambir yang memiliki nilai tambah yang besar, maka dengan strategi supply chain management (SCM), struktur yang tersekat dan terpisah harus ditransformasikan kepada struktur integrasi yang vertikal. Hal itu diperlukan untuk memudahkan untuk memadukan subsistem hulu sampai dengan hilir dalam satu kesatuan manajemen. Pembangunan sistem yang terintegrasi dalam industri gambir merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah. Upaya tersebut dilakukan dengan mengakomodasi pelaku-pelaku industri gambir dari setiap subsitem yang ada.

         Supply chain management  (SCM) diartikan sebagai manajemen rantai suplai adalah sebuah ‘proses payung’ di mana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut struktural. Sebuah supply chain (rantai suplai) merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen.(Kalakota, 2000).  Tujuan yang hendak dicapai dari setiap rantai suplai adalah untuk  memaksimalkan nilai yang dihasilkan secara keseluruhan (Chopra, 2001).  Rantai suplai yang terintegrasi akan meningkatkan keseluruhan nilai yang dihasilkan oleh rantai suplai tersebut.

Melihat pada skema SCM agroindustri gambir seperti ditunjukkan oleh Gambar 4, dan memperhatikan tata niaga gambir yang ada selama ini  maka peningkatan nilai lebih (value added) agroindustri gambir  dapat dipilih dan ditekankan pada 2 (dua) sisi penting yang terdapat pada rantai suplainya, yakni peningkatan efisiensi dan efektifitas produksi gambir di rumah kempa dan memperbaiki tata niaga gambir menjadi semakin terbuka atau transparan.
 
            Dari sisi pengolahan gambir, menurut Ridwan Tahir, Budiman dan Ahmad Asari dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong (2005), sampai saat ini pengolahan getah gambir masih menggunakan cara tradisional dan penanganannya belum optimal. Penanganan yang belum optimal itu menyebabkan masih banyaknya gambir yang terbuang dalam proses produksinya dan kualitas yang dihasilkan relatif masih rendah.
            Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan. Rendemen yang dihasilkan dari daun dan ranting gambir sangat tergantung dari alat produksi dan proses yang dilakukan.  Semakin baik alat kempa yang digunakan, dalam hal ini semakin besar kapasitas alat, maka akan semakin baik pula rendemen yang dihasilkan dan semakin rendah pula kadar abu yang dihasilkan limbah industri. Tipe alat kempa dalam skala industri menghasilkan kualitas gambir yang lebih baik daripada skala kecil yang selama ini digunakan oleh para petani.  Kapasitas alat yang digunakan sebagian besar petani selama ini adalah 40 kg dengan tekanan maksimal alat 15 bar.  Dengan alat itu akan dihasilkan rendemen sebesar 8-12% dan kadar abu 6-8%.  Memperbaiki alat kerja petani akan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil gambir. Sebagai perbandingan beberapa alat kempa untuk gambir disajikan dalam Tabel 6. 
            Tabel 6. Kapasitas dan rendemen  dari beberapa alat kempa gambir



 No
Tipe alat kempa ulir
Kapasitas
Alat (kg)
Tekanan maks
Alat (bar)
Rendemen (%)
Kadar abu(%)
1
Tradisional
40
15
8-12
6-8
2
Modifikasi I
40
20
6
3
3
Modifikasi II
50
23*)
6
3
4
Modifikasi III
75
27*)
6-8
3
5
Modifikasi IV skala pabrik
250
30
5,8
2-3


            Untuk maksud memperbaiki alat kerja petani tersebut pemerintah dalam hal ini Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian telah merekayasa suatu prototipe alat mesin (alsin) pencacah daun gambir  dan alsin penampung limbah daun gambir, dengan harapan agar getah gambir yang dihasilkan persatuan berat meningkatkan bila dibandingkan dengan cara tradisional dan limbah daun  gambir  yang  masih  mengandung getah sekitar 20% dapat dimanfaatkan.  Alsin yang mempunyai kapasitas kerja terbaik dari hasil penelitian diharapkan dapat digunakan petani menggantikan peralatan tradisional selama ini.  Alsin itu dalam SCM merupakan industri penunjang yang sangat penting di agroindustri gambir dan sangat dibutuhkan sekarang ini.

            Mempergunakan alsin dengan skala industri akan mengubah paradigma petani dalam memproduksi gambir.  Jika selama ini petani secara sendiri-sendiri memproduksi gambir asalan, maka dengan alsin yang lebih besar menuntut kebersamaan dalam bekerja.  Dalam hal ini pabrik pengolahan gambir menjadi pengggerak utama industri gambir menggantikan industri rumahan yang tidak efisien.  Oleh karena itu peranan gabungan petani (gapoktan) akan semakin penting.  Kerjasama yang baik petani akan membuat industri gambir semakin efektif dan efisien, yang ditunjukkan oleh biaya produksi yang semakin murah namun kualitas dan kuantitas hasilnya semakin baik.  Transformasi cara kerja petani dengan pabrik sebagai sentral penggerak aktivitas industri ditunjukkan dalam Gambar 7.

Pola kerja petani tradisional
Petani/Gapoktan
Industri hulu/rumah kempa
Gambir asalan
 




Pola kerja petani melalui pendekatan SCM
Petani/Gapoktan
Petani/Gapoktan
Petani/Gapoktan
Pabrik pengolahan skala menengah/besar
Gambir berkualitas
 

            Gambar 7. Pendekatan SCM menjadikan pabrik sebagai sentral penggerak  
                             Utama agroindustri gambir.

            Pendekatan SCM yang menempatkan pabrik sebagai sentral penggerak utama aktivitas agroindustrii gambir memodifikasi aktivitas rantai suplai hulu.  Petani yang selama ini melakukan hampir seluruh  kegiatan agroindustri gambir, dari menanam, pemanenan sampai pengolahan, disederhanakan fungsinya menjadi penyedia bahan baku industri saja, sedangkan fungsi pengolahan dari bahan baku menjadi gambir olahan menjadi tanggung jawab pabrikan. Pembagian pola kerja yang lebih jelas ini akan menyebabkan semua lini dalam agroindustri gambir bergerak lebih fokus kepada keahlian dan kapasitas utamanya. 

   Gambir mempunyai potensi pengembangan yang sangat besar, bila dilihat dari potensi produksi, pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Laju pertumbuhan ekspor gambir yaitu 33,45 persen dari segi volume dan 44,37 persen dari segi nilai selama periode 1991 sampai 1995. Pada tahun 2002 dan 2005  volume ekspor gambir secara berturut-turut 10.620 ton dan 14.704 ton. Berdasarkan data BPS (2008), ekspor gambir Indonesia pada tahun 2006 mencapai sekitar 8.000 ton dengan nilai US$ 8,3 juta. India merupakan negara pengimpor gambir Indonesia terbanyak yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Negara pengimpor gambir lainnya yaitu Pakistan, Nepal, Banglades, Jepang, Korea, Italia dan Perancis.
            Persoalan pemasaran gambir yaitu fluktuasi harga yang sangat besar, misalnya pada bulan Februari 2003 harga gambir ditingkat petani hanya berkisar Rp 5.000/kg akan tetapi pernah pula mencapai angka Rp 20.000/kg pada tahun 1998. Harga tiap kg dalam USD yang terendah dicapai pada tahun 1998 yaitu 1.46 USD dan tertinggi tahun 1997 yaitu 2.91 USD.  Fluktuasi harga yang terjadi itu sebagian besar disebabkan rantai pemasaran yang cenderung kurang transparan.
Struktur pasar gambir yang terbentuk di Sumatera Barat adalah pasar oligopsoni dari sisi pembeli. Hal ini dikarenakan jumlah petani jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang pengumpul. Akibatnya petani cenderung menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pedagang pengumpul, daya tawar petani dalam menentukan harga relatif rendah. Perbandingan antar jumlah pedagang pengumpul dengan pedagang besar bila dilihat lagi di level pasar berikutnya juga berbanding jauh sehingga juga cenderung mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah pedagang besar yang ada di suatu wilayah. Umumnya  pedagang besar memiliki daerah operasional yang tidak hanya terbatas di daerah domisilinya saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan sentra produksi lainnya baik secara langsung dengan armada sendiri, maupun melalui perantara pedagang pengumpul yang telah dimodali.  Kondisi yang demikian ini jelas tidak menguntungkan bagi petani, pelaku industri gambir dan Pemerintah selaku pemangku kegiatan ekonomi daerah.  Perbaikan dari sisi rantai pemasaran yang lebih transparan agar menghasilkan keuntungan yang lebih baik bagi semua pihak sangat diperlukan.

Struktur pasar gambir yang ada sekarang ini merupakan struktur pasar yang  berlangsung secara tradisional dan diperkirakan sudah ratusan tahun.  Dalam hal ini pedagang – pedagang India menjadi penguasa pasar yang menentukan harga. Tidaklah mudah mengubah struktur pasar yang ada sekarang ini, kecuali ada intervensi dari kekuatan besar yakni pemerintah.

Untuk menjaga harga gambir agar tidak fluktuatif secara berlebihan yang sangat merugikan pelaku industri gambir di Sumatera Barat,   Pemerintah Daerah melalui perusahaan daerah bisa masuk dalam jaringan pemasaran sebagai pihak yang menampung hasil produksi masyarakat.  Dalam hal ini pemerintah masuk juga di sektor hilir dalam tata niaga dan berperan sebagai penyeimbang kekuatan para pedagang besar.  Pemerintah juga bertindak sebagai exporter yang mencari pasar di luar negeri.  Bagan intervensi pemerintah dalam tata niaga gambir disajikan dalam Gambar 8.


Tata niaga tradisional
Petani
Pedagang Pengumpul
 
Importir/Pedagang Luar Pulau
           
Pedagang Besar
 
Pemerintah sebagai Exportir
Pabrik Gapoktan
            Intervensi Pemerintah

Badan Penyangga
 
            Gambar 8.  Intervensi Pemerintah dalam tata niaga gambir
            Peran Pemerintah tidak serta merta menghapuskan tata niaga yang selama ini sudah berjalan.  Hal itu sangatlah tidak mungkin, mengingat hubungan petani dengan para pedagang tradisional selama ini sangat erat.  Namun pemerintah menjadi alternatif pasar bagi petani.  Jika selama ini petani diatur oleh pedagang pengumpul maupun pedagang besar saja, maka dengan kehadiran pemerintah sebagai badan penyangga, petani akan mempunyai alternatif lain kemana hasil gambirnya akan dijual.
            Peran Pemerintah sebagai penyangga harga juga mempunyai peran sebagai penyedia informasi tentang harga dan pasar gambir di luar negeri.  Intervensi Pemerintah dalam informasi harga, sebagaimana perilaku SCM yang meliputi ramalan permintaan dan  transmisi pesanan, maka akan menyebabkan pasar semakin transparan dan mendorong terjadinya persaingan yang sehat.
            Penerapan SCM di industri gambir merupakan sesuatu yang sangat kompleks sekali, dimana banyak hambatan yang dihadapi dalam implementasinya, sehingga dalam implementasinya memang membutuhkan tahapan mulai tahap perancangan sampai tahap evaluasi dan continuous improvement. Selain itu implementasi SCM membutuhkan dukungan dari berbagai pihak mulai dari internal dalam hal ini seluruh jajaran pemerintah yang terkait, petani gambir, manajemen pabrik dan eksternal, dalam hal ini seluruh industri pendukung yang diperlukan.
            Berikut ini merupakan hambatan-hambatan yang mungkin  akan dialami dalam implementasi SCM di agroindustri gambir yang semakin menguatkan argumen bahwa implementasi SCM memang membutuhkan dukungan berbagai pihak(Chopra&Meindl,2001):
1. Incerasing Variety of Products. Sekarang konsumen seakan dimanjakan oleh produsen, hal ini kita lihat semakin beragamnya jenis produk yang ada di pasaran. Hal ini juga kita lihat strategi perusahan yang selalu berfokus pada customer (customer oriented). Jika dahulu produsen melakukan strategi dengan melakukan pembagian segment pada customer, maka sekarang konsumen lebih dimanjakan lagi dengan pelemparan produk menurut keinginan setiap individu bukan menurut keinginan segment tertentu. Banyaknya jenis produk dan jumlah dari yang tidak menentu dari masing-masing produk membuat produsen semakin kewalahan dalam memuaskan keinginan dari konsumen.
2. Decreasing Product Life Cycles. Menurunnya daur hidup sebuah produk membuat perusahan semakin kerepotan dalam mengatur strategi pasokan barang, karena untuk mengatur pasokan barang tertentu maka perusahaan membutuhkan waktu yang tertentu juga. Daur hidup produk diartikan sebagai umur produk tersebutdipasaran.
3. Increasingly Demand Customer. Supply chain management berusaha mengatur (manage) peningkatan permintaan secara cepat, karena sekarang customer semakin menuntut pemenuhan permintaan yang secara cepat walaupun permintaan itu sangat mendadak dan bukan produk yang standart (customize).
4. Fragmentation of Supply Chain Ownership. Hal ini menggambarkan supply chain itu melibatkan banyak pihak yang mempunyai masing-masing kepentingan, sehingga hal ini me
mbuat SCM  semakin rumit dan kompleks.
5. Globalization. Globalisasi membuat supply chain semakin rumit dan kompleks karena pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain tersebut mencakup pihak-pihak di berbagai negara yang mungkin mempunyai lokasi diberbagai pelosok dunia.
            Menurut Kuncoro, 2007, aktivitas produktif dalam perekonomian tidak berdiri sendiri. Masing-masing proses memerlukan input dari pihak lain.  Pada gilirannya, industri yang memproduksi input memerlukan pula input dari sektor lain untuk proses produksinya.  Demikian pula yang yang ada di industri gambir, keterkaitan antara satu bagian dengan bagian yang lain sangatlah penting.  Hal itu memerlukan kerjasama tim yang baik disemua lini.

V.                KESIMPULAN

            Pendekatan Supply Chain Management (SCM)  dalam agroindustri gambir dapat menggambarkan dengan lebih jelas tentang struktur pasar gambir dan  industri gambir.  Upaya meningkatkan nilai tambah gambir melalui SCM agroindustri gambir di Sumatera Barat, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.     Perbaikan di rantai hilir berupa perbaikan kualitas gambir,  dari sekedar gambir asalan menjadi gambir olahan seperti dalam bentuk catechin akan meningkatkan nilai tambah gambir secara nyata.  Perbaikan itu dengan jalan membuat sistem pabrikasi dengan skala menengah dan besar yang lebih efisien dan efektif dalam menghasilkan gambir olahan.
2.    Intervensi pemerintah dalam mengatur tataniaga gambir terutama dalam mengatur harga akan membuat agroindustri gambir lebih bergairah.  Pemerintah berfungsi sebagai badan penyangga dan siap menampung gambir hasil produksi petani, gapoktan maupun pabrikan.
3.    Penerapan SCM dalam agroindustri gambir agar dapat berjalan dengan baik, mensyaratkan peran serta aktif semua pihak termasuk pemerintah, lembaga-lembaga yang terkait, petani gambir, industriawan dan pedagang gambir.








“NEGARA KAYA TERNAK TIDAK AKAN PERNAH MISKIN”

Sejak dilakukan domestikasi  ( m enjinakan) hewan buruan oleh manusia, yang pada awalnya hanya untuk kebutuhan pangan keluarga sehari-hari, ...